Pernah kita memberikan pendapat berbeda terhadap sebuah postingan
di sosial media, namun karena pendapat itu terasa menyinggung pendapat
yang membuat postingan, kita langsung dilabeli T*iker, Ahoker,
Panasbung, Panastak, Kecebong, Kutil Babi, Onta, Domba, 2d, dan beberapa
julukan atau label yang diskriminatif.
Julukan atau label itu hadir ketika ada sebuah adu argumen atau
cuma sekedar memberi pendapat. Yang sangat disayangkan ketika kita
memberi sebuah pendapat berbeda terhadap suatu isu, seseorang bisa
menuduh dan melabeli sesuka hati dan seenaknya saja bahkan ketika mereka
tidak tahu persis siapa kita atau apa pandangan kita, namun mereka bisa
langsung menuduh kalau kita adalah dari kubu x, y atau z.
Dari awalnya, label seperti ini hadir ketika ada perbedaan entah
perbedaan pendapat, ideologi, pandangan politik bahkan yang ekstrim
seperti perbedaan terkait etnis, ras, suku atau agama dan juga gender
atau status sosial. Terdapat masalah ketika orang yang ngakunya baik dan
damai namun sulit bersikap dengan baik apabila ada yang berbeda
dengannya.
Yang ironis label ini biasanya hadir dari orang – orang yang
ngakunya relijius, nasionalis, atau yang anti kekerasan dan pro
perdamaian sekalipun. Mereka yang anti diskriminasi tiba – tiba jengkel
dengan pihak yang melakukan diskriminasi sayangnya dibalas dengan
diskriminasi pula. Misal ketika ada orang yang melabeli orang lain dasar
antek Cina, maka ada orang yang gerah dengan hal itu sayangnya tidak
dibalas dengan baik namun juga sama kasarnya seperti kalimat dasar onta
bahlul. Tentu hal inilah yang membuat perdamaian akan tetap surut.
Apalagi jika label diskriminatif itu sudah terkait sara.
Kenapa harus berhenti memberi label atau julukan diskriminatif?
Yang pertama ini hanya semakin menunjukan bahwa warga Indonesia ini
benar – benar terkotak – kotak, terpisah, dan berkubu – kubu. Dan
mengerikannya mereka saling mengklaim kubunya yang paling hebat, dan
menggeneralisir kubu lawan adalah yang paling buruk. Padahal di dunia
ini tidak ada yang sempurna. Setiap hal ada yang baik dan buruk. Mungkin
suatu saat akan bersatu kalau ada musuh bersama, anggap aja ketika alien nyerang
bumi, atau paling realistis ketika negara tetangga mencoba mengklaim
budaya atau ketika ada kompetisi olahraga sepakbola dan badminton. Namun
ketika itu selesai maka akan kembali seperti semula.
Yang kedua, label atau julukan diskriminatif ini merupakan simbol
dari sebuah kebencian yang amat dalam terhadap sebuah hal yang berbeda.
Yah, misalnya dalam sebuah postingan dari media portal berita. Ketika
ada orang yang punya pendapat berbeda, maka orang lain yang tidak suka
akan memberikan label yang diskriminatif walau orang itu menyampaikan
pandangannya dengan sopan dan halus dan bersifat membangun, tanpa ada
unsur hate speech sekalipun.
Contoh lainnya misalnya ada berita pemimpin idolanya memberikan
sebuah statement. Terkadang baik kubu pro dan kontra bisa saling
menyalurkan kebenciannya melalui label – label yang dirasa kurang pantas
untuk dilihat publik.
Ketika kebencian yang amat dalam ini tersalurkan lewat sebuah kata –
kata yang ditujukan kepada orang yang punya pandangan berbeda
dengannya, maka ini membuktikan kalau sebagian orang benar fanatik dalam
memuja apalagi memuja idola kesukaannya, ditambah kebencian yang
berlebihan tadi membuat sikap kritis dan dewasa menjadi hilang. Semua
dilakukan atas prinsip idolanya yang paling benar dan tak pernah salah,
siapapun yang mengkritiknya maka dialah masalah sebenarnya.
Prinsip inilah yang dipegang sebagian orang karena merasa
junjungannya ibarat mahluk yang sempurna, ditambah fanatisme dan
kebencian yang sangat berlebihan. Siapapun yang mengkritik dan menyinyir
idolanya harus dihajar balik.
Lalu apakah perbedaan itu sebuah masalah?
Tidak, permasalahannya adalah orang yang tidak bisa bersikap dewasa
dan berpikir kritis dalam menerima perbedaan. Perbedaan adalah anugrah.
Mau gak mau harus dihadapi, namun bukan berarti harus benci. Ketika ada
orang yang bersebrangan dan mengucapkan kata – kata kasar disertai
label atau julukan diskriminatif, kita tidak perlu membalasanya dengan
hal yang diskriminatif pula apalagi berbau hatespeech. Kita bisa
membalasnya dengan kritikan yang santun, halus dan sopan namun mengena,
tegas tak masalah yang penting tidak kasar apalagi berbau hatespeech.
Jelaskan salahnya dimana, buatlah kritikan yang membangun dan juga tetap
menjaga hubungan baik dengan orang yang berbeda.
Karena hal itu justru mencegah untuk terpecah belah namun mengajak
untuk lebih terbuka dalam perbedaan dan tetap menjaga persatuan. Berbeda
tidak masalah yang penting saling menghargai, bertutur sopan dan
santun, membuat kritikan yang membangun ,saling menjaga hubungan baik
dan tentunya jangan mudah marah atau terprovokasi. Jangan sampai kita –
kita semakin terpecah belah dengan diskriminasi level bawah seperti
pemberian label diskriminatif karena jika sudah terpecah belah, pihak
yang punya kepentingan akan semakin mudah untuk menyetir dan disitulah
konflik bisa terjadi atas kepentingan tertentu.
Komentar
Posting Komentar