Langsung ke konten utama

Isu SARA dalam Pilkada DKI: Langkah Mundur Berdemokrasi

http://assets-a2.kompasiana.com/statics/crawl/556fe7040423bdd4408b4567.jpeg?t=o&v=760 

Perhelatan Pilkada DKI putara kedua sudah semakin mendekat. Situasi politik dari hari ke hari semakin panas dan sangat menarik untuk diikuti. Panasnya Jakarta semakin luar biasa seiring dengan penetapan KPU DKI Jakarta, yang mengharuskan Ahok-Jarot dan Anies-Sandy bertarung di putaran kedua. Kedua kubu mulai merapatkan barisan untuk menyusun strategi pemenangan untuk paslon yang diusungnya.  Aneka strategi dikeluarkan untuk menarik pemilih DKI untuk  menjatuhkan pilihan politiknya pada paslon yang bertarung. Dari sekian banyak strategi yang dikeluarkan kedua tim, isu SARA menjadi senjata pamungkas dalam meraih simpati dan dukungan warga DKI.  Demi meraih kemenangan isu SARA dimainkan secara terstruktur, sistematis dan masif pada perhelatan Pilkada DKI Jakarta.

Ahok: Korban Isu SARA Pilkada DKI
Isu SARA merupakan satu-satunya cara untuk menurunkan popularitas Ahok.  Dalam hal ini isu penistaan agama Islam dan ulama dianggap sebagai langkah strategis dalam mengalihkan dukungan publik Jakarta dari Ahok ke paslon lain. Demonstrasi berjilid-jilid untuk menggagalkan Ahok dalam Pilkada DKI tersulut dari isu penistaan agama dan ulama ini. Isu penistaan agama dan ulama pada akhirnya mengharuskan Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Tidak berhenti di sini saja derita yang ditanggung Ahok. FPI  dan ormas lainnya menginginkan Ahok dipenjara tanpa melewati pengadilan. Mau dibawa kemana negeri Indonesia yang tercinta ini kalau nafsu dan keinginan ekstrim kaum sumbuh pendek seperti ini tetap dipelihara.

Namun Ahok tetap menunjukan kualitas dirinya yang mumpuni. Meskipun digoyang dengan isu penistaan agama dan ulama, Ahok tidak takut dan siap menanggung resiko apa pun. Saat ini Ahok telah mengikuti sidang ke-16 dalam perkara dugaan penistaan agama Islam dan ulama. Pelan tapi pasti, dalam setiap sidang yang diikutinya, Ahok mulai membeberkan kebenaran dan maksud dari pidatonya di Kepulauan Seribu. Saksi-saksi di tempat kejadian mulai menunjukkan bukti bahwa Ahok tidak menistakan agama Islam dan Ulama. Setelah itu tim kuasa hukum Ahok mulai menghadirkan saksi-saksi ahli yang meringankan Ahok.

Ahok: China Kristen dari Kelompok  Minoritas dan  Haram pemilih pemimpin Nonmuslim
Majunya Ahok dalam pesta demokrasi DKI Jakarta membuat lawan politik ketar-ketir memikirkan srategi pemenangan. Setelah isu penistaan agama dan ulama dianggap gagal meredupkan popularitas Ahok, cara lain yang masih berkaitan dengan SARA tetap dilancarkan. Latar belakang Ahok  dari keturunan China tetap mendapat perhatian penting lawan politik. Ahok dihubung-hubungkan dengan Negara China yang menganut paham komunis. Senjata lain yang diturunkan dalam kampanye tersebut adalah mengharamkan memilih pemimpin nonmuslim. Latar belakang Ahok yang beragama Kristen menjadi daya pikat tersendiri. Isu kristenisasi menjadi santapan empuk kaum politis radikal untuk menggembosi kekuatan Ahok.  Lebih lanjut Kaum muslim diwajibkan untuk memilih sesama pemimpin muslim. Salah satu langkah politis yang paling radikal adalah munculnya spanduk yang mengitimidasi sesama umat muslim. Larangan mensholatkan jenasah pendukung Ahok mencuat ke permukaan. Bayangkan saja demi meraih simpati dan kemenangan sesame umat Muslim tega saling menjatuhkan. Label kafir sudah pasti dikenakan pada Ahok yang non muslim. Bukan hanya Ahok yang dicap kafir, pendukung dan pemilih Ahok dari latar belakang muslim pun dapat dikenakan label kafir. Sadis, bukan??

Isu SARA sinyal kebangkitan Radikalisme dan langkah mundur demokrasi di Indonesia.
Isu sara yang dipakai oleh lawan politik Ahok sudah mencapai titik didih.  Bagaimanapun juga Pilkada DKI Jakarta tetap menjadi barometer iklim demokrasi di seluruh wilayah NKRI. Seluruh lapisan masyarkat yang tersebar dari Sabang sampai ke Merauke tetap menyimak perhelatan Pilkada DKI. Alasannya sederhana, Jakarta adalah pusat pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sekecil apa pun persitiwa di Jakarta akan tetap dipantau oleh segenap bangsa Indonesia.

Pada titik inilah fondasi kebangsaan yang sudah dipikirkan oleh pendiri bangsa ini harus tetap dijaga dan dipertahankan. UUD 1945, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI sebagai empat pilar kebanggsaan mesti dijunjung tinggi dan menjadi napas dalam Pilkada DKI Jakarta.  Keempat pilar kebangsaan ini tentu menjadi tanggung jawab segenap bangsa Indonesia untuk memelihara dan menjaganya. Merawat dan memelihara empat pilar kebangsaan  ini tentu saja membutuhkan semangat rela berkorban, patriotism, cinta tanah air dan kemampuan menyingkirkan nafsu berkuasa dan egoism pribadi. Pertanyaan sederhana muncul pada bagian ini, siapakah di antara pasangan Anies-Sandy dan Ahok-Jarot yang masih menggenggam erat empat pilar kebangsaan ini?? Menurut pantauan penulis, pasangan Ahok-Jarotlah yang sedang merawat dan menjaga erat pilar kebangsaan ini. Ahok-Jarot dan tim suksesnya lebih mengedepankan pendidikan politik yang baik, jujur dan sportif. Ahok tidak pernah mengintimidasi atau pun menggandeng ormas radikal untuk meraih kemenangan dalam Pilkada DKI Jakarta ini.

Sinyal kebangkitan paham radikal sudah ditunjukkan oleh tim sukses yang menjadi lawan Ahok. Keharusan memilih pemimpin muslim, mengharamkan memilih pemimpin kafir, melarang mensholatkan pendukung dan pemilih Ahok-Jarot, penduduk Jakarta yang mayoritas Muslim wajib hukumnya dipimpin oleh calon yang berlatar belakang Muslim merupakan tandap-tanda nyata kebangkitan paham radikal.2 Pemaksaan kehendak dan intimidasi terhadap warga DKI Jakarta yang berpaham nasionalis dan berpijak pada empat pilar kebangsaan ini bukan saja sekedar praduga melainkan bukti, fakta yang tak terbantahkan. “”Di era demokrasi liberal ini bagus di satu sisi, ada keseimbangan antara pemerintah dan rakyat. Rakyat bisa mengontrol pemerintah. Ada negafitnya, kalau kalau terlalu bebas bisa berbahaya, paham radikal bisa masuk,” ujar Tito.3 Pernyataan Kapolri, Jenderal Tito Karnavian menjadi bukti bahwa NKRI yang tercinta ini sedang diserang dan disusupi paham radikal.

Mari merawat demokrasi yang sehat
Apapun kondisi Jakarta saat ini jangan sampai mengganggu keutuhan dan kesatuan republik ini. Pilkada DKI Jakarta menjadi cermin bagi bangsa Indonesia untuk mengetahui sejauh mana pasangan calon pemimpin DKI dalam menjaga dan merawat empat pilar kebangsaan yang berujung pada demokrasi yang sehat dan sportif. Terakhir, bagi warga DKI janganlah terprovokasi oleh hasutan radikal yang bisa mencederai kebhinekaan Jakarta. Berkacalah pada Ahok yang tetap tegar dan kokoh meskipun diserang dari berbagai arah lewat senjata yang bernama SARA. Ahok-Jarot sudah memberikan pendidikan politik yang sehat, jujur dan berani mempertahankan demokrasi yang bernafaskan pada empat pilar kebangsaan.

Saya kira begitu!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KH Said Aqil Siroj dan 14 Organisasi Islam Melarang Ikut Aksi 313 dan Tamasya Al-Maidah

KH Said Aqil Siroj menegaskan 14 Organisasi Islam yang tergabung dalam LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) melarang anggotanya ikut Aksi 313 di Istiqlal pada hari Jumat 31 Maret 2017. Alasan utama adalah NU sebagai Garda Terdepan Indonesia memandang aksi 313 sarat dengan kepentingan politik semata, hal ini berbahaya bagi Ukhuwah Wathoniyah (Kerukunan Berbangsa), bukan semata Aksi yang urgent dan penting untuk dilakukan. Secara tegas KH Said mengatakan bahwa urusan Pilkada ini tidak perlu bawa-bawa Agama, karena rentetan akan sangat panjang dan rawan ditunggangi kepentingan yang merugikan bagi Kebangsaan. “Jika Aksi ini membawa Allah berkampanye, apa yang akan terjadi jika ternyata yang mengatasnamakan Allah tadi kalah? Atau menang tapi akhirnya tidak amanah?” Hal ini akan sangat berbahaya jika dibiarkan, oleh sebab itu secara tegas NU dan 13 Organisasi yang tergabung dalam LPOI secara tegas menolak Aksi 313. Selain menolak Aksi 313, Kiai Said juga menolak s...

Fenomena Kaum SCBD (Sesapian-Cingkrangan-Bumi Datar)

By Apriadi Rizal Jadi gini, SCBD yang ini bukanlah Sudirman Central Business District yaitu kawasan terkenal dan mewah ditengah jantung ibukota. SCBD disini adalah mereka yang sangat mengharubirukan dunia Indonesia. Mereka adalah kaum yang selalu komen nyinyir kepada pemerintah yang sedang sibuk membangun negeri.  Mereka jugalah yang setiap hari membuat keonaran dengan alasan agama. You know lah! Cikidap, cikidap youw. (Habis goyang dengan lagu hip-hop) Jujur saya sendiri kurang tahu jelasnya mengenai sejarah tentang frase sesapian, cingkrangan, dan kaum bumi datar. Kapan mulai malang melintang didunia permediaan Indonesia. Kalau ada pembaca atau penulis lain yang bisa merangkumnya, akan sangat keren sekali. Karena akan menjadi salah satu bacaan yang sangat berguna bagi sejarah bangsa ini. Kenapa berguna? Pastinya menjadi rujukan kepada siapa saja manusia yang ingin maju. Rujukan untuk apa? Pastinya rujukan u...

TREN TERBARU KAUM INTOLERAN, HOAX MENJADI SARANA DAKWAH

Sungguh sekarang ini benar salah sulit dibedakan. Berita aktual dan hoax campur aduk menjadi satu. Yang terbaru adalah kasus orang yang katanya pendukung Ahok yang dikeroyok 10 orang anggota FPI. Katanya orang ini adalah kader PDIP. Ahok sendiri kemudian menjenguk orang tersebut di rumah sakit. Tapi ada juga berita yang mengatakan bahwa orang tersebut adalah seorang tukang ojek dan muslim yang taat. Tapi Novel bukan habib pencipta Fitsa Hats malah mengatakan bahwa itu hanyalah perkelahian satu lawan satu saja bukan pengeroyokan. Saat terbukti ada saksi mata kemudian FPI ngeles dan membantah bahwa pemukulan itu dilakukan oleh oknum yang bukan anggotanya. Anehnya, kemudian beredar foto si korban yang ternyata justru mendukung FPI dan anti Ahok. Dia upload foto sedang membawa pedang untuk mendukung Bibib dan melawan Ahok. Edannya lagi kemudian beredar foto tentang anggota FPI yang berdarah-darah yang katanya adalah orang yang terlibat dalam perkelahian itu. Tapi tern...