Jonru adalah salah satu orang yang memanfaatkan agama untuk menarik simpatik orang, sehingga dia mendapatkan follower
di media sosial yang cukup lumayan. Dengan memiliki pengikut yang
banyak, tentu saja itu dapat digunakan untuk banyak hal berkaitan dengan
promosi yang dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah, hal tersebut sangat
dimanfaatkan Jonru, diantaranya untuk berjualan seprei, jualan kaos,
jualan buku sampai jualan anu.
Jika saya boleh mengungkapkan fakta tanpa
mengurangi rasa hormat kepada kesucian sebuah ajaran agama dan keyakinan
yang ada di bumi bulat ini, agama saat ini banyak digunakan oleh
golongan-golongan tertentu untuk meraup keuntungan bagi kepentingan
pribadi saja, sungguh terlalu bukan?
Beberapa tahun yang silam, disaat
mengikuti pertemuan bersama komunitas kecil yang mewadahi kebhinekaan,
saya tertegun mendengarkan seseorang teman yang mengatakan kutipan dari
Buya Safi’i Ma’arif mengenai “ Haji”.
Buya mengkritik orang-orang yang
melaksanakan ibadah Haji, tetapi tidak memaknai akan hal tersebut. Gelar
haji digunakan hanya sebagai gelar saja, tetapi tidak dimaknai,
sehingga orang-orang dengan gelar Haji atau Hajjah tidak malu dengan
gelarnya, dengan melakukan korupsi. Bahkan kasus yang terakhir, ada Haji
yang merupakan hakim MK disuap oleh seorang Pendeta, walaupun hakim MK
tersebut, teriak-teriak umat Islam jangan mau dipimpin kafir, tetapi
uang jua lah yang menyatukan mereka.
Hal tersebut tentu saja berlaku untuk
semua pemeluk agama, bahwa semua harus dimaknai dengan benar-benar,
apapun itu agamanya, pasti mengajarkan satu titik temu yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan
sang pencipta, yang tentu saja titik temu tersebut ada di cinta kasih
yang ada disetiap ajaran agama manapun, itulah normalnya orang beragama,
karena agama pada dasarnya digunakan untuk mengatur tatanan kehidupan,
bukan merusaknya.
Kembali kepada Jonru, yang begitu bangga
menjadi “nabi” bagi para pengikutnya, disini saya tidak akan menyoal
bahwa dia simpatisan dari PKS atau mungkin kader PKS,dan saya juga tidak
menyoal, dia belajar agama dimana dan berapa lama sehingga dia menjadi
orang yang begitu percaya diri akan masuk surga, dan bahkan mengatakan
neneknya masuk neraka karena kafir, padahal bukannya itu ranah yang
punya surga?
Bukan rahasia lagi, jika Jonru begitu
membenci pemerintahan, dan bahkan dengan segala fitnah kejinya, yang
jika ketahuan bahwa dia berbohong, dengan mudah dia katakan sedang
khilaf, dan lucunya, khilaf pun meminta maaf dengan nyinyir merasa tidak
bersalah, kan anu jadinya.
Salah satu nyinyiran yang sungguh
memuakkan yaitu dengan membawa-bawa agama, mengapa memuakkan? Karena mau
disadari atau tidak, sosok Jonru dapat membuat nama Islam menjadi
buruk, karena menggunakan agama sebagai alat politik.
Mengapa saya berani dan lancang mengatakan
Jonru menggunakan agama sebagai alat politik? Tentu saja sudah banyak
bukti yang tidak perlu dijelaskan satu persatu, karena sudah menjadi
rahasia umum.
Jika kita mau mengikuti pola Jonru dan
para pengikutnya yang sangat hobi dengan teori konspirasi, dari
konspirasi anu sampai bumi datar. Kita juga bisa ikut-ikutan membuat
teori seperti itu, misalnya kita bisa mengkaitkan Jonru sebagai pion
kaum anu yang bertujuan untuk memecah belah bangsa, membenturkan rakyat
dengan pemerintah sehingga ujung-ujungnya para kaum anu yang bukan
rahasia lagi ingin mengubah ideologi yang ada menjadi ideologi Anu yang
akhirnya bisa disetir oleh anu, dan tentu saja rakyat yang akan menjadi
korban jika terjadi konflik horizontal dan vertikal demi kekuasaan kaum
anu.
Salah satu contoh, dimana Jonru menggunakan agama sebagai alat politik adalah dengan meng-upload
foto Jokowi disaat shalat. Foto Jokowi sedang salat dengan menggunakan
kaos kaki ditambahi kata-kata”lagi-lagi terbukti, Shalat di Padang Cuma
pencitraan. Bahkan shaf sengaja dimundurkan agar wartawan mudah memotret
adegan shalatnya. Dan ups..Ternyata dia shalat masih pakek kaos kaki.
Ya sudah positif thingking saja. Semoga sebelumnya sudah wudhu, dan kaos
kaki dipakai lagi ( walau ini bukan kebiasaan yang lazim)”.
Tetapi ketika Raja Salman yang menggunakan
sepatu di dalam masjid Istiqlal, si Jonru santai-santai saja, tidak
heboh seperti disaat Jokowi yang menggunakan kaos kaki.
Dari situ bisa kita liat tujuan Jonru
sudah tampak jelas, intinya bagaimana caranya menghina Jokowi, membuat
rusuh dan fitnah untuk mencekoki para umatnya(follower-nya) dengan
hal-hal yang berbau sara dan kebencian-kebencian yang membabi buta.
Dari informasi yang saya dapat,
menggunakan alas kaki tidak apa-apa yang penting suci, seperti yang
diungkapkan oleh Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat KH Cholil Nafis yang
termuat di laman kumparan.com, dan juga penjelasannya seperti dibawah ini:
Saya melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam terkadang shalat dengan tidak beralas kaki dan kadang
shalat dengan memakai sandal. (HR. Abu daud 653, Ibnu Majah 1038, dan
dinilai Hasan Shahih oleh al-Albani).
“Apabila kalian shalat, hendaknya dia
pakai kedua sandalnya atau dia lepas keduanya untuk ditaruh di kedua
kakinya. Janganlah dia mengganggu yang lain.” (HR. Ibnu Hibban 2183,
Ibnu Khuzaimah 1009 dan sanadnya dinilai shahihkan al-Albani).
“Apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah shalat dengan menggunakan sandal?”Jawab Anas: “Ya.” (HR. Bukhari
386, Turmudzi 400, dan yang lainnya).
“Bersikaplah yang berbeda dengan orang
Yahudi. Sesungguhnya mereka tidak shalat dengan menggunakan sandal
maupun sepatu.” (HR. Abu Daud 652 dan dishahihkan al-Albani).
Sahabat al-Mughirah bin Syu’bah
Radhiyallahu ‘anhu menceritakan, bahwa beliau pernah bersama Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah safar. Ketika Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, akupun menunduk untuk melepaskan
sepatu beliau. Namun beliau melarangnya dan mengatakan, Biarkan dia,
karena saya memakainya dalam kondisi suci. Kemudian Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengusapnya. (HR. Bukhari 206 & Muslim 655).(https://kumparan.com/indra-subagja/rombongan-raja-salman-memakai-sepatu-di-istiqlal-bagaimana-hukumnya)
Jadi, bagaimanakah menurut pendapat anda?
Komentar
Posting Komentar