Langsung ke konten utama

'Mata Rantai Hoax dan Radikalisme Harus Diputus'

By : Hernan Rahadi
https://pbs.twimg.com/media/C1-SbC0VQAA20fY.jpg
JAKARTA -- Berita hoax dan radikalisme yang tersebar melalui media yang tidak bertanggungjawab dan media sosial (medsos) tidak hanya bisa meracuni, tapi juga bisa menkontaminasi jiwa seseorang. Untuk menangkalnya, seseorang harus bisa memperkuat pertahanan diri serta melakukan cek dan ricek sebelum mencerna atau bahkan menyebarkan berita itu melalui berbagai jaringan sosmed.
"Kita harus mulai dari diri sendiri karena kadang-kadang diri kita sendiri bisa menjadi sumber yang mengaplikasi berita hoax tersebut bisa tersebar kemana-mana. Kalau ada berita yang misalnya tidak kita yakini, maka stop di kita saja. Itu merupakan salah satu kontribusi yang amat sangat penting untuk memutus mata rantai hoax dan berita radikalisme,"  kata Arief Suditomo, anggota DPR RI dari Fraksi Hanura di Jakarta

Selain itu, lanjut Arief, kita wajib cek dan ricek terlebih dahulu untuk mencari kebenaran berita sekaligus narasumbernya. Kalau hanya sekadar setuju boleh-boleh saja, tapi bila kita tidak yakin bahwa itu valid atau benar, jangan disebar.

"Kenapa? Karena sekarang di UU ITE yang baru ada hal yang terkait dengan penyebaran berita hoax atau hate speech (ujaran kebencian). Jadi penyebaran kebencian itu merupakan salah satu delik atau tindak pidana yang ganjaran hukumannya cukup besar," ungkap mantan presenter berita televisi ini.

Karena itulah, masyarakat harus terus dicerahkan untuk meningkatkan kesadaran bagaimana mencerna informasi yang didapat dari berbagai macam medsos. Apalagi dengan 'meledaknya' medsos, kita seringkali membaca situs-situs bukan pada saat berkunjung ke situs tersebut, tapi saat membaca tautan (link) yang dikirim melalui grup medsos. Ironisnya, banyak orang yang menyebarkan tautan tersebut tanpa proses penyaringan yang cukup.

Menurutnya, pemerintah sudah bertindak cepat memberikan semacam kampanye baik melalui medsos atau media lain untuk mengimbau masyarakat untuk lebih selektif dan cek ricek untuk membendung hoax. Masyarakat juga harus cerdas terutama saat melakukan aktivitas di dunia maya. Hal lainnya, ia mengajak masyarakat untuk melaporkan situs-situs penyebar hoax dan radikalisme ke pemerintah melalui nomor telepon atau email ke aduan konten baik melalui Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan lembaga-lembaga lainnya.

Selain itu, peran-peran media yang klasik dan mainstream yaitu koran atau televisi, radio juga tidak boleh dilupakan. Menurutnya, media-media mainstream dan klasik itu, konten beritanya dipastikan kebenaran beritanya lebih bisa dijamin.

Berbicara berita hoax dan radikalisme yang isinya merongrong dan mengancam Pancasila dan NKRI, Arief menegaskan bahwa eksistensi Pancasila dan NKRI tidak boleh dijadikan bahan negosiasi. Ia juga mengkritisi adanya pihak-pihak yang menjadikan fenomena Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), khususnya Pilkada Gubernur DKI Jaya, sebagai ajang memecah belah bangsa, dengan menggunakan isu agama. Bahkan itu dilakukan tidak hanya melalui medsos, tapi juga pamflet-pamflet yang disebarkan ke masyarakat.

 "Saya cuma bilang rugi sekali bangsa ini. Saat kita nanti mendapatkan putra-putra terbaik yang pintar, yang punya akhlak justru terjebak dengan isu sempat yang sengaja digaungkan sekelompok orang. Kalau berbicara akhlak kan tidak harus orang Islam, yang punya niat sangat suci untuk membangun. Apakah kita tahu dibalik pamflet itu adalah aksi politik? Apakah pamflet itu ada kalau tidak ada Pilkada DKI? Apakah pamflet itu ada kalau tidak ada segelintir kekuasaan yang ingin dipertahankan oleh politisi-politisi yang tidak peduli setelah Pilkada, ada masyarakat yang terkontaminasi alam dan pikirannya dengan konsep-konsep berbahaya yang pada dasarnya bisa menghancurkan Pancasila?" papar Arief.

Intinya, Arief setuju pihak-pihak yang melakukan upaya perpecahan ini ditindak tegas. Karena mereka melakukan aksinya dengan melukai prinsip kebangsaan dan kebinekaan dengan membuat kerusuhan, kekerasan, dan pelanggaran Kamtibmas.

Menanggapi ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia, Arief menilai upaya-upaya pencegahan dan penguatan sinergi antar lembaga harus ditingkatkan dalam menangani masalah ini. Ia menilai, BNPT tidak mungkin berjalan sendiri untuk mengatasi ini, tapi harus melibatkan kepolisian, TNI, intelijen, dan kementrian serta lembaga terkait.

"Kita harus mengkombinasikan upaya soft power (pencegahan) dan hard power (penindakan). Tapi satu hal, upaya-upaya itu jangan hanya hangat-hangat tahi ayam karena ini merupakan tantangan terhadap eksistensi Pancasila," ujar Arief.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

1.362 MW Pembangkit dari Proyek 35.000 MW Sudah Beroperasi

Program 35.000 Mega Watt (MW) yang dicanangkan oleh pemerintah terus menunjukkan perkembangan. Hingga 1 Februari 2018, tercatat pembangkit listik yang telah beroperasi adalah sebesar 1.362 MW dan yang sedang tahap konstruksi sebesar 17.116 MW. "Peningkatan ini tak lepas dari kontribusi pembangkit listrik PLN maupun Independent Power Producer (IPP)," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/3/2018). Baca juga:  Bagaimana Progres 35.000 MW Jokowi? Ini Penjelasan PLN Sejauh ini, sebesar 896 MW dari total 1.362 MW yang beroperasi dihasilkan dari IPP, sementara 466 MW dibangun oleh PT PLN (Persero). Pembangkit yang beroperasi tersebar di wilayah Sulawesi dengan total 538 MW, disusul Sumatera 455 MW, Maluku dan Papua 135 MW, Kalimantan 126 MW, sedangkan sisanya tersebar di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 108 MW. Lebih lanjut, Agung menambahkan saat ini sebany...

Fenomena Kaum SCBD (Sesapian-Cingkrangan-Bumi Datar)

By Apriadi Rizal Jadi gini, SCBD yang ini bukanlah Sudirman Central Business District yaitu kawasan terkenal dan mewah ditengah jantung ibukota. SCBD disini adalah mereka yang sangat mengharubirukan dunia Indonesia. Mereka adalah kaum yang selalu komen nyinyir kepada pemerintah yang sedang sibuk membangun negeri.  Mereka jugalah yang setiap hari membuat keonaran dengan alasan agama. You know lah! Cikidap, cikidap youw. (Habis goyang dengan lagu hip-hop) Jujur saya sendiri kurang tahu jelasnya mengenai sejarah tentang frase sesapian, cingkrangan, dan kaum bumi datar. Kapan mulai malang melintang didunia permediaan Indonesia. Kalau ada pembaca atau penulis lain yang bisa merangkumnya, akan sangat keren sekali. Karena akan menjadi salah satu bacaan yang sangat berguna bagi sejarah bangsa ini. Kenapa berguna? Pastinya menjadi rujukan kepada siapa saja manusia yang ingin maju. Rujukan untuk apa? Pastinya rujukan u...

TRI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Oleh: H. Agus (Jurnalis/Pemerhati Masalah Sosial Budaya dari Dompu, NTB) ================== Tri kerukunan umat beragama merupakan konsep yang digulirkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat antar umat beragama yang rukun. Istilah lainnya adalah "Tri kerukunan". Kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri atas puluhan etnis, budaya, suku, dan agama. Membutuhkan konsep yang memungkinkan terciptanya masyarakat yang damai dan rukun. Dipungkiri atau tidak, perbedaan sangat beresiko pada kecenderungan konflik. Terutama dipacu oleh pihak-pihak yang menginginkan kekacauan di masyarakat. Perbedaan atau kebhinekaan Nusantara tidaklah diciptakan dalam satu waktu saja. Proses perjalanan manusia di muka bumi Indonesia dengan wilayah yang luas menciptakan keberagaman suku dan etnis manusia. Maka lahir pula sekian puluh kepercayaan dan agama yang berkembang di setiap suku-suku di Indonesia. Kebijakan Pemerintah Pemerintah sendiri telah menyadari resistensi ko...