Langsung ke konten utama

(Menjawab) Penggunaan At-Taubah 84, Dalil Melarang Shalatkan Jenazah Pendukung Ahok

 
Kalau dikatakan, apakah ada dalilnya larangan menshalatkan jenazah pendukung Ahok-Djarot? Kaum bumi datar yang mempercayai monas mampu menampung 7 juta umat akan mengatakan “tentu ada dalilnya”. Mereka akan langsung merujuk kepada Surah At-Taubah ayat 84. Begini bunyinya:
Dan janganlah engkau sekali-kali menshalatkan jenazah seseorang yang mati di antara mereka dan jangan pula engkau berdiri berdoa di atas kuburannya. Sesungguhnya mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan durhaka.

Kaum bumi datar menganggap masalah larangan menshalatkan pendukung/pembela Ahok (penista Quran) tidak ada hubungannyan dengan Anies-Sandi. Tapi urusannya sama At-Taubah 84 ini. Tidak berhenti pada argumentasi tadi, ditambahlah bumbu-bumbu yang sepertinya cukup pedas. Dikatakan:
 
“Keluarga mayat pembela penista Quran juga gak perlu baper, ketika hidup melawan Quran, pasti si mayat juga gak mau diurus masjid”

Saya cuma mau katakan satu hal: Kaum bumi datar, seenak jidat mencomot satu ayat, lalu ayat lainnya, untuk menjustifikasi propaganda politik kotor mereka.

Dulu, Al-Maidah 51 yang dipolitisir bahwa haram hukumnya memilih pemimpin dari kalangan non-muslim. Padahal, ayat tersebut tidak berbicara Pilkada atau konsep kepemimpinan. Kitab-kitab tafsir klasik tidak ada yang membahas ayat tersebut berkaitan dengan memilih pemimpin. Bahkan, Zakir Naik pun mengartikan “auliya” sebagai “teman/sahabat”.

Setelah gagal memenangkan Pilkada lewat propaganda Al-Maidah 51 yang telah diselewengkan maknanya, kini mereka menekan dan mengancam lebih jauh lagi. Tujuannya, agar warga DKI takut jika memilih Ahok-Djarot. Takut jika mayatnya tidak dishalatkan oleh umat.

Maka, dicarilah dalil untuk menguatkan propagandanya ini. Didapatnya lah At-Taubah 84 yang cukup gamblang untuk menekan para pemilih muslim di DKI. Supaya mereka ketakutan untuk memilih Ahok-Djarot. Nenek Hindun dan Nenek Rohbaniah dijadikan sebagai contoh bahwa memilih “penista Quran” bakal bernasib malang seperti mereka.

Baiklah kita bahas singkat dulu, maksud dari At-Taubah 84 di atas:
Dan janganlah engkau sekali-kali menshalatkan jenazah seseorang yang mati di antara mereka dan jangan pula engkau berdiri berdoa di atas kuburannya. Sesungguhnya mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan durhaka.

Pertanyaannya adalah siapa yang dimaksud mereka? Mengapa mayat mereka dilarang untuk dishalatkan, padahal hukum menshalatkan itu fardhu kifayah, artinya wajib bagi masyarakat di sekitarnya?

Dalam ayat-ayat sebelumnya diketahui bahwa mereka adalah orang-orang munafik. Mereka inilah yang mayatnya dilarang untuk dishalatkan.

Mengapa mereka dikatakan sebagai “kaum munafik”? Apa yang menyebabkan kemunafikan mereka?
Mereka dikatakan munafik karena saat seruan berjihad di jalan Allah telah diumumkan, orang-orang ini dengan seribu satu alasan menolak untuk ikut berpartisipasi. Tidak hanya enggan ikut berjihad, mereka juga mencela dan menertawai orang-orang yang berjihad di Jalan Allah.

Orang munafik adalah orang yang di lisannya ia berkata, ia beriman, tapi di dalam hati dan perbuatannya tidak ada iman yang tersisa. Ia menyembunyikan “kekafiran”nya dalam balutan lisannya yang manis.

Saat berkumpul dengan para mukmin sejati, mereka bersandiwara seakan-akan mereka lah yang paling beriman. Saat bersama kaumnya, mereka menjadikan lelucon sandiwara mereka yang telah mengelabui orang-orang mukmin tadi.

Allah SWT tahu bahwa banyak orang-orang munafik yang masuk Islam untuk mengambil suatu manfaat tertentu. Maka, diuji lah oleh Allah dengan sebuah pengorbanan berupa “jihad”. Tujuannya adalah untuk memisahkan mana mukmin sejati, mana mukmin karbitan.

At-Taubah 81 melarang menshalatkan orang-orang munafik yang tidak mau diajak berjihad di jalan Allah. Apakah mencoblos Paslon muslim itu bagian dari jihad? Sejak kapan urusan politik praktis disamakan dengan jihad di jalan Allah?

Esensi jihad adalah melawan kezaliman. Kezaliman apa yang telah Ahok lakukan? Ahok memberangkatkan para marbot dan guru ngaji pergi umroh, zalim? Ahok menggaji para marbot dan guru ngaji, zalim? Ahok membangun banyak masjid di Jakarta, zalim? Ahok memberikan upah yang layak kepada pekerja kasar di DKI seperti petugas PPSU, zalim?

Jadi kezaliman seperti apa yang umat Islam harus mengangkat senjata untuk berjihad melawan Ahok? Toh, ini kan Jakarta bukan Suriah, bukan Aleppo. Malahan, pekerjaan Ahok di atas tidak dilakukan secara serius oleh gubernur-gubernur sebelum Jokowi-Ahok. Ini kan tanda tanya, mengapa tiba-tiba ada konsep jihad yang masuk ke tubuh politik negeri ini?

Masa gara-gara memilih Ahok, yang dianggap penista padahal saksi-saksinya (pelapor) kebanyakan abal-abal, lalu mereka dianggap munafik. Ini kan lucu. Seenak jidat melabelkan kafir, munafik, penghuni jahannam kepada mereka yang punya pilihan politik yang berbeda. Konyol sekali orang-orang ini. Kampungan!

Munafik itu dikatakan dalam sebuah hadits: “Jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia ingkar, dan jika dipercaya ia berkhianat.”

Yang memenuhi ketiga syarat menjadi orang munafik adalah anggota DPR yang merampok proyek e-KTP. Mereka lah orang-orang munafik itu. Bohongnya paling jago, ingkarnya apalagi. Dan ujung-ujungnya berkhianat pada rakyat, padahal mereka adalah wakil rakyat.

Seharusnya, mereka yang suka merampok uang rakyat itulah yang lebih pantas tidak dishalatkan jenazahnya. Karena kemunafikan mereka benar-benar nyata.

Masa orang susah. Nyari makan aja susah. Punya kontrakan bagus aja susah. Lalu ia berharap pada sosok Ahok yang memang mampu membangun. Mampu memberikan keringanan hidup di ibukota. Juga mampu memberikan tempat yang layak untuk hidup. Dan orang-orang itu memilihnya. Lalu kalian katakan mereka munafik? Mayat mereka haram dishalatkan? Sementara kalian diam melihat maraknya kasus korupsi?

Saya curiga. Orang-orang ini terlalu banyak makan mecin. Yang akhirnya membuat logika berpikirnya terbolak-balik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KH Said Aqil Siroj dan 14 Organisasi Islam Melarang Ikut Aksi 313 dan Tamasya Al-Maidah

KH Said Aqil Siroj menegaskan 14 Organisasi Islam yang tergabung dalam LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) melarang anggotanya ikut Aksi 313 di Istiqlal pada hari Jumat 31 Maret 2017. Alasan utama adalah NU sebagai Garda Terdepan Indonesia memandang aksi 313 sarat dengan kepentingan politik semata, hal ini berbahaya bagi Ukhuwah Wathoniyah (Kerukunan Berbangsa), bukan semata Aksi yang urgent dan penting untuk dilakukan. Secara tegas KH Said mengatakan bahwa urusan Pilkada ini tidak perlu bawa-bawa Agama, karena rentetan akan sangat panjang dan rawan ditunggangi kepentingan yang merugikan bagi Kebangsaan. “Jika Aksi ini membawa Allah berkampanye, apa yang akan terjadi jika ternyata yang mengatasnamakan Allah tadi kalah? Atau menang tapi akhirnya tidak amanah?” Hal ini akan sangat berbahaya jika dibiarkan, oleh sebab itu secara tegas NU dan 13 Organisasi yang tergabung dalam LPOI secara tegas menolak Aksi 313. Selain menolak Aksi 313, Kiai Said juga menolak s...

Fenomena Kaum SCBD (Sesapian-Cingkrangan-Bumi Datar)

By Apriadi Rizal Jadi gini, SCBD yang ini bukanlah Sudirman Central Business District yaitu kawasan terkenal dan mewah ditengah jantung ibukota. SCBD disini adalah mereka yang sangat mengharubirukan dunia Indonesia. Mereka adalah kaum yang selalu komen nyinyir kepada pemerintah yang sedang sibuk membangun negeri.  Mereka jugalah yang setiap hari membuat keonaran dengan alasan agama. You know lah! Cikidap, cikidap youw. (Habis goyang dengan lagu hip-hop) Jujur saya sendiri kurang tahu jelasnya mengenai sejarah tentang frase sesapian, cingkrangan, dan kaum bumi datar. Kapan mulai malang melintang didunia permediaan Indonesia. Kalau ada pembaca atau penulis lain yang bisa merangkumnya, akan sangat keren sekali. Karena akan menjadi salah satu bacaan yang sangat berguna bagi sejarah bangsa ini. Kenapa berguna? Pastinya menjadi rujukan kepada siapa saja manusia yang ingin maju. Rujukan untuk apa? Pastinya rujukan u...

KOMITMEN JOKOWI BANGUN DAERAH PERBATASAN TEREALISASI, KERJA NYATA JOKOWI

Sejak resmi menjabat, Presiden Joko Widodo, bertekad, membangun Indonesia dari pinggiran. Maka pembangunan perbatasan pun jadi fokus perhatian. Tapal batas, harus jadi beranda depan negara, bukan lagi halaman belakang yang kumuh. Bahkan, wajah perbatasan harus lebih ‘cantik’ dan ‘kinclong’ dari perbatasan negara lain. Tidak hanya itu, dengan kian bagusnya infrastruktur sosial dan ekonomi, kehidupan warga di tapal batas bisa lebih baik lagi. Bahkan, perbatasan harus menggeliat, menjadi pusat pertumbuhan baru. Lalu seperti apa, capaian pembangunan di tapal batas? Sekretaris Utama Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Hadi Prabowo, menegaskan, sudah banyak yang dilakukan pemerintah di perbatasan.  Terutama  menggenjot pembangunan infrastruktur yang terkait dengan  kebutuhan sosial dasar masyarakat. Banyak yang telah dihasilkan. “Kebutuan sosial dasar masyarakat di wilayah tapal batas negara, memang jadi fokus perhatian pemerintah. Pemenuhan kebutuhan dasar itu ...