Langsung ke konten utama

Buta Politik dan Konsekuensinya



BY 

Sudah lama absen dari kehidupan socmed membuat saya penasaran kemaren tepatnya menjelajah lagi, yep salah satu akun yang saya cermati adalah milik seorang teman masa kecil, sekarang berdomisili di ibu kota. Tak perlu saya jabarkan bagaimana saya menyayangi teman kecil saya ini, teman lama, cukup dengan memantaunya dari jauh sudah membuat rindu saya terobati. Maklumlah teman sepermainan.
Tercenung saya dibuat status timelinenya hampir sebagian besar berisi isu agama dan politik, padahal kalau ditilik teman saya ini orang super cuek, lho kok bisa terpancing juga ?
“ Kemarin, sepupu saya yang masih berumur 8 tahun bertanya kepada tante saya, “ Ma, najis itu artinya apa sih ? Aku besok nggak mau jadi Kristen. Aku mau ganti aja. “ Setelah didesak, sepupu saya menceritakan kalimat-kalimat yang ditujukan kepadanya oleh teman-teman sekelasnya. “ Eeh jangan main sama dia, dia kan Kristen najis.” Ada juga yang bilang, “ aku gak mau undang kamu ke ulang tahunku ah, Kristen kafir. “ Teman yang satu lagi bilang , “ Pensil kamu ada sinterklasnya, kafir !” sambil membuang pensil tersebut. Sepupu saya yang masih kelas 2 SD kemudian berkata, “ aku sedih, berasa ngga ada temen. “ Bukan, bukan karena kalimat-kalimat tersebut membuat saya marah merasa kelompok tertentu dimarginalkan. Tapi fakta bahwa pemikiran seperti itu dimiliki oleh anak kelas 2 SD, membuat saya bertanya : sejauh apa lagikah kata toleransi dapat didengar oleh sebagian orang untuk diturunkan kepada generasi berikutnya ? “ Miris. Sedih.
Mengapa orang-orang terus menerus menyebarkan kebencian ? Karena hanya itu yang mereka miliki, kalau dia punya banyak kebaikan, pasti dia akan menyebarkan kebaikan. Simple kan.
Anda yang terlahir sebagai Kristen kan bukan anda yang minta ? Anda yang muslim ? Sama. Kita tidak bisa meminta kita terlahir dari rahim siapa dan beragama apa. Tapi anda percaya kan, Sang Pencipta Semesta ini satu, Tuhan Yang Esa. Untuk menuju Tuhan kan banyak jalan, ada Islam, Kristen, dan teman-temannya. Isu politik berbalut agama tidak perlu dibesar-besarkan, apalagi meracuni pikiran anak-anak sekecil itu. Ada yang lebih berbahaya dari ini ? Mereka, anak-anak kecil ini yang mungkin sekarang belum terlalu anda perhitungkan keberadaannya, 10 tahun berikutnya menggantikan posisi kita. Anak-anak inilah yang akan meneruskan tongkat estafet pembangunan, lha kalo dari kecilnya saja sudah menjadi korban dari lingkungan yang intoleran, masih adakah yang bisa kita harapkan ? Ego kok digede-gedein.
Ini mengacu pada fenomena zombie intelektual dan buta politik. Istilah zombie intelektual disematkan pada mereka yang pandai secara akademik atau yang bersifat teoritis, namun kurang peka, lebih bersikap menerima apa adanya tentang fenomena yang terjadi disekitar, bahkan terkesan apatis akan situasi di lingkungan sosial yang lebih luas (artian lemah pada praktek), layaknya mayat hidup atau zombie.
Fenomena ini banyak terjadi dikalangan mereka yang katanya telah berpendidikan tinggi, dari mulai mahasiswa sampai dosen. Tulisan ini secara khusus lebih memfokuskan pada fenomena zombie intelektual dikalangan mahasiswa. Mengapa mahasiswa? Seperti yang kita ketahui mahasiswa merupakan agent of change, calon penerus bangsa, calon pemimpin bangsa. Jika dianalogikan dalam dunia sepakbola, mahasiswa diidentikan sebagai young guns, rising star yang akan menggantikan posisi pemain yang telah pensiun atau yang sudah tidak produktif lagi, yang diharapkan mampu memberi angin segar dan perubahan yang lebih baik terhadap negeri ini. Namun apa yang terjadi saat ini, banyak mahasiswa mulai mengalami ketertutupan pikiran, mereka tidak tahu akan sesuatu, padahal problem sosial disekitarnya berserakan dan menjadi realitas yang membutuhkan peran mahasiswa. Menurut hemat saya ada beberapa hypothesis yang membuat mereka tidak tahu yakni mereka memang benat-benar tidak tahu atau mereka tahu namun mereka pura-pura buta bahkan tidak peduli atau apatis. Pada level yang lebih parah, malah menjadi tukang nyinyir. Hadeh.
Selain itu yang membuat mereka memiliki sifat seperti zombie intelektual yakni mereka kurang peka akan kondisi sosialnya, ini disebabkan oleh terfokusnya konsentrasi mereka pada padatnya kegiatan kuliah didalam kampus dan terjebak pada mindset “yang penting IP bagus dan cepet lulus” sehingga mereka tuli dan seakan-akan menutup kupingnya rapat-rapat akan apa yang ada pada kondisi sosialnya.
Politik adalah suatu seni yang memang rumit. Kadang kita lihat fenomena yang baik karena kehadiran politik dan fenomena nestapa juga karena politik. Sebab itu Bertolt Brecht memberikan imajinasi kita pada satu frasa yakni, buta politik, “ Buta terburuk adalah buta politik. Orang yang buta politik tak sadar bahwa biaya hidup, harga makanan, harga rumah, harga obat, semuanya bergantung keputusan politik. Dia membanggakan sikap anti politiknya, membusungkan dada dan berkoar ‘aku benci politik!’ “
Politik itu kotor, kata banyak orang. Karena politik itu kotor, maka lantas dijauhi. Dianggap hanya permainan orang-orang yang haus kekuasaan. Padahal kekuasaan adalah keniscayaan dalam kehidupan. Tiap jenjang kehidupan kita mulai dari RT, RW sampai negara; membutuhkan kepemimpinan atas kekuasaan.
Politik adalah upaya mencapai posisi kepemimpinan. Tanpa politik tidak ada kepemimpinan. Tanpa kepemimpinan maka yang terjadi adalah situasi chaotic. Bahwa dalam politik ada saling sikut, itu adalah ekses. Namun bukan hakikat dari politik itu sendiri. Saling sikut juga terjadi dalam bisnis, pekerjaan, upaya masuk perguruan tinggi favorit, mungkin juga ketika kita naksir calon pacar kita belasan tahun lalu. Yang pasti adalah ekses yang terjadi dalam politik, nyatanya terjadi dalam bidang kehidupan yang lain. Fokus untuk mencapai hakikat dalam suatu bidang kehidupan niscaya lebih mulia, daripada sekedar menghindari eksesnya.
Lantaran itu kita tak perlu alergi sama yang namanya politik. Politik itu adalah kehidupan itu sendiri. Masak iya kita alergi sama kehidupan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KH Said Aqil Siroj dan 14 Organisasi Islam Melarang Ikut Aksi 313 dan Tamasya Al-Maidah

KH Said Aqil Siroj menegaskan 14 Organisasi Islam yang tergabung dalam LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) melarang anggotanya ikut Aksi 313 di Istiqlal pada hari Jumat 31 Maret 2017. Alasan utama adalah NU sebagai Garda Terdepan Indonesia memandang aksi 313 sarat dengan kepentingan politik semata, hal ini berbahaya bagi Ukhuwah Wathoniyah (Kerukunan Berbangsa), bukan semata Aksi yang urgent dan penting untuk dilakukan. Secara tegas KH Said mengatakan bahwa urusan Pilkada ini tidak perlu bawa-bawa Agama, karena rentetan akan sangat panjang dan rawan ditunggangi kepentingan yang merugikan bagi Kebangsaan. “Jika Aksi ini membawa Allah berkampanye, apa yang akan terjadi jika ternyata yang mengatasnamakan Allah tadi kalah? Atau menang tapi akhirnya tidak amanah?” Hal ini akan sangat berbahaya jika dibiarkan, oleh sebab itu secara tegas NU dan 13 Organisasi yang tergabung dalam LPOI secara tegas menolak Aksi 313. Selain menolak Aksi 313, Kiai Said juga menolak s...

Fenomena Kaum SCBD (Sesapian-Cingkrangan-Bumi Datar)

By Apriadi Rizal Jadi gini, SCBD yang ini bukanlah Sudirman Central Business District yaitu kawasan terkenal dan mewah ditengah jantung ibukota. SCBD disini adalah mereka yang sangat mengharubirukan dunia Indonesia. Mereka adalah kaum yang selalu komen nyinyir kepada pemerintah yang sedang sibuk membangun negeri.  Mereka jugalah yang setiap hari membuat keonaran dengan alasan agama. You know lah! Cikidap, cikidap youw. (Habis goyang dengan lagu hip-hop) Jujur saya sendiri kurang tahu jelasnya mengenai sejarah tentang frase sesapian, cingkrangan, dan kaum bumi datar. Kapan mulai malang melintang didunia permediaan Indonesia. Kalau ada pembaca atau penulis lain yang bisa merangkumnya, akan sangat keren sekali. Karena akan menjadi salah satu bacaan yang sangat berguna bagi sejarah bangsa ini. Kenapa berguna? Pastinya menjadi rujukan kepada siapa saja manusia yang ingin maju. Rujukan untuk apa? Pastinya rujukan u...

TREN TERBARU KAUM INTOLERAN, HOAX MENJADI SARANA DAKWAH

Sungguh sekarang ini benar salah sulit dibedakan. Berita aktual dan hoax campur aduk menjadi satu. Yang terbaru adalah kasus orang yang katanya pendukung Ahok yang dikeroyok 10 orang anggota FPI. Katanya orang ini adalah kader PDIP. Ahok sendiri kemudian menjenguk orang tersebut di rumah sakit. Tapi ada juga berita yang mengatakan bahwa orang tersebut adalah seorang tukang ojek dan muslim yang taat. Tapi Novel bukan habib pencipta Fitsa Hats malah mengatakan bahwa itu hanyalah perkelahian satu lawan satu saja bukan pengeroyokan. Saat terbukti ada saksi mata kemudian FPI ngeles dan membantah bahwa pemukulan itu dilakukan oleh oknum yang bukan anggotanya. Anehnya, kemudian beredar foto si korban yang ternyata justru mendukung FPI dan anti Ahok. Dia upload foto sedang membawa pedang untuk mendukung Bibib dan melawan Ahok. Edannya lagi kemudian beredar foto tentang anggota FPI yang berdarah-darah yang katanya adalah orang yang terlibat dalam perkelahian itu. Tapi tern...