Radikalisme telah menjadi momok yang
sangat menakutkan bagi negara-negara di dunia. Terutama negara-negara
mayoritas muslim, khususnya Indonesia. Bahayanya, ideologi tersebut
cenderung mengajarkan pemberontakan dan mendoktrin para pengikutnya
untuk menjadi seorang jihadis muslim yang siap berperang dalam keadaan
apapun.
Sebagaimana kita tahu, bahwa radikalisme
telah memporak-porandakan negara-negara bagian Timur Tengah seperti
halnya Suriah, Irak, Yaman dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, tentu
hal serupa tidak boleh terjadi di negara kita, Indonesia. Dalam hal ini
pencegahan sejak dini perlu dilakukan.
Sementara itu, belakangan penolakan
terhadap ustad Abu Yahya Badrussalam oleh pengurus NU Surabaya
dikarenakan ajarannya yang menentang para Wali Songo yang telah
menyebarluaskan agama Islam di Indonesia. Pun penolakan terhadap ustad
Khalid Basalamah juga dikarenakan ajarannya yang mengandung provokatif
dan kebencian. Karenanya, pemahaman ekstrim semacam ini perlu dibendung
demi menjaga Indonesia dari hal-hal yang tidak kita inginkan.
Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno pernah berkata dalam sebuah pidatonya, “Kalau
jadi Hindu jangan jadi orang India, kalau jadi Islam jangan jadi orang
Arab, kalau jadi Kristen jangan jadi orang Yahudi. Tetaplah jadi orang
Indonesia dengan adat-budaya yang kaya raya ini”. Secara implisit,
bung Karno ingin menyatakan bahwa negara kita memiliki budayanya sendiri
dalam hal apapun. Terutama dalam hal berkeyakinan, itulah sebabnya
mengapa Islam dapat dengan mudah masuk ke Indonesia.
Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia
Sejarah mencatat, jauh sebelum masuknya
Islam ke nusantara, masyarakat Indonesia dengan agama yang dianutnya
memiliki tingkat kebatinan dan mistisisme yang sangat tinggi. Ajarannya
mencakup seruan-seruan tentang moral. Di bawah pengaruh agama
Hindu-Buddha, masyarakat hidup dengan tenteram dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kesantunan dan kebatinan.
Maka dari itu, para wali songo menjadikan
ajaran tasawuf sebagai media untuk menyerluaskan agama Islam di kalangan
masyarakat Indonesia yang saat itu di bawah pengaruh ajaran
Hindu-Buddha. Terlepas dari itu, cara-cara yang digunakan ialah dengan
kesantunan dan menjunjung tinggi moralitas (akhlaq), sehingga dapat dengan mudah diterima oleh khalayak umum.
Faktanya, salah seorang wali songo yang
bernama Sunan Kalijaga mengakulturasikan ajaran Islam ke dalam wayang
yang sarat dengan ajaran Hindu. Ia mengajak para penonton yang
menyaksikan pertunjukan wayang untuk masuk Islam dengan cara melafazkan
ajimat Pandawa Lima, yakni “Kalimosodo”. Menurut orang Jawa, kata
tersebut ialah nama lain dari “Kalimat syahadat”.
Di sisi lain, sejarah juga mengatakan,
bahwa masuknya Islam ke Indonesia dibawa dari para pedagang Gujarat.
Menurut Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul “L ‘Arabi Et Les Indes Neerlandaises”
menjelaskan, bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui kota-kota di anak
benua India seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar. Sebab, di kota-kota
tersebut Islam lebih dulu berkembang. Snouck juga menjelaskan bahwa
teori Gujarat didasarkan pada peran orang-orang Gujarat yang telah
membuka hubungan dagang dengan Indonesia sebelum pedagang Arab.
Oleh sebab itu, terlepas dari ke-otentikan
data bahwa Islam masuk ke Indonesia dari para pedagang Gujarat itu
benar atau tidak. Yang jelas, ajaran tasawuf telah berkembang di
Indonesia sejak lama. Tentu saja, tulisan ini tidak akan membahas
tentang itu semua. Karena tak akan cukup waktu dan muatannya. Namun
perlu digarisbawahi, bahwa masuknya Islam ke Indonesia diperkuat dengan
ajaran tasawuf yang sejalan dengan keadaan masyarakat Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas.
Provokasi Dan Kebencian
Di tengah-tengah derasnya arus kebencian
yang kerap membumbuhi nilai-nilai keagamaan, menjadi kekhawatiran
tersendiri di kalangan masyarakat tentang bahayanya. Tentu saja, akan
mengganggu tata cara ‘ubudiyah kita dan merusak kehidupan kita yang selama ini hidup dalam kerukunan, kedamaian, dan ketenteraman.
Sementara itu, belum lama ini kita
mendengar tentang konten ceramah jum’at yang berbau politis. Sekarang
ramai tentang pelarangan memandikan dan menyolatkan jenazah para
pendukung Ahok. Apalagi pasca bergulirnya informasi tentang tidak
dimandikan dan disalatkannya jenazah almarhumah ibu Hindun
beberapa waktu lalu. Hal itu sungguh di luar akal sehat. Saya yakin,
hati nurani bertolak belakang dengan tindakan tersebut. Na’udzubillahi min dzalik
Oleh sebab itu, izinkanlah saya untuk
mengutip istilah Almarhum mendiang KH. Abdurrahman Wahid sebagai
Presiden keempat RI. Beliau mengatakan, “Politik ialah seni mengelola kebencian”. Dalam hal ini, beliau menyatakan hal tersebut karena melihat politik
dari sisi tasawuf. beliau juga menyatakan bahwa politik bukan hanya
sekadar seni (art). Tetapi juga, ada nilai-nilai yang terkandung di dalam seni berpolitik itu sendiri, yakni nilai-nilai moralitas (akhlaq).
Karenanya, wajah keaslian Islam Indonesia
harus senantiasa dirawat bersama-sama. Budaya kita merupakan patrimoni
yang harus senantiasa dijaga, agar kelak tetap berwajah asli sebagaimana
mestinya. Tentunya, paham-paham yang terkesan kaku dan bertendensi
radikalis harus menjadi perhatian khusus bagi kita selaku masyarakat
awam. Illatnya, nilai-nilai toleransi yang diajarkan oleh nenek-moyang
kita harus senantiasa terpatri di dalam hati untuk menjaga Indonesia
dari sesuatu hal yang tentunya tidak kita inginkan.
Kita tahu, negara-negara di bagian Timur
Tengah hancur karena paham radikalisme yang menginfiltrasi
masyarakatnya. Di sana, mereka diajarkan untuk membela agamanya tanpa
dibumbuhi kecintaan terhadap negaranya. Itulah sebabnya pendiri NU Hadratussyaikh mendiang KH. Hasyim Asy’ari mengatakan, “Hubbul wathon minal iman” yang berarti, cinta terhadap tanah air adalah sebagian dari iman.
Maka dari itu, mari hindari pertikaian
yang memicu pada konflik-konflik primordial yang membahayakan
Negara-Bangsa Indonesia. Terutama, paham-paham radikalisme yang kian
menguat perannya dan menginfiltrasi masyarakat. Untuk itu, kecintaan
terhadap negara harus senantiasa dipupuk secara bersama-sama.
Terakhir, mari kita sadari, awal
kehancuran negara-negara di Timur Tengah disebabkan karena isu-isu
keagamaan yang menguat dengan segala pengaruhnya. Maka dari itu, kita
tidak boleh seperti mereka.
Salam NKRI.
Komentar
Posting Komentar