Langsung ke konten utama

Pembubaran HTI, Islam, Pancasila, dan Pemerintah; Kisah Kasih Bangsa Indonesia

Setelah bangsa ini panas dengan kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, lagi-lagi bangsa ini tidak kehabisan kasus yang berbau agama. Senin, 8 Mei 2017, pemerintah melalui Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, mengumukan pembubaran organisasi yang ‘katanya’ radikal dan anarkis, HTI.
Pembubaran HTI bisa dikatakan menjadi sebuah berita menarik sebab HTI selama ini tidak terlalu mencolok dalam melakukan gerakan Islam yang katanya radikal dan anarkis. Gerakan mereka yang paling kelihatan adalah Aksi Bela Islam jilid I-V, itupun bukan hanya HTI yang terlibat, masih banyak ormas Islam lain dan tokoh nasional yang juga turut serta.
Menko Polhukam mengatakan jika keberadaan HTI bertentangan dengan tujuan nasional, bertentangan dengan Pancasila, dan dapat memicu keresahan serta keributan masyarakat. Jika yang menjadi indikator adalah ketiga aspek ini, maka dengan pemikiran sempit seharusnya DPR juga harus dibubarkan karena tidak (lagi) merepresentasikan keberpihakannya kepada rakyat. Institusi pendidikan yang juga tidak melahirkan manusia Pancasilais juga harus dibubarkan. Seharusnya produk-produk kapitalis yang banyak betebaran di negeri ini harus dihilangkan. Kalau mau menegakkan hukum jangan setengah-setengah, mari berantas sampai ke akar!!!
Bukankah Pancasila mengajarkan sebuah sikap agung untuk mengesakan Tuhan. Dari sisi ini, di manakah kesalahan HTI yang mencoba untuk berdakwah mengajak umat Islam untuk menyembah Tuhannya. Justru HTI sejalan dengan Pancasila karena berusaha untuk mengajak mengesahkan Tuhan.
Katanya dinilai mengancam ketertiban dan keamanan rakyat, lantas rakyat yang mana? Apakah rakyat yang berada pada strata tertinggi? Apakah rakyat yang memiliki
? Tempat-tempat prostitusi seharusnya lebih dulu disegel sebab keberadaannya lebih parah dari sekedar ketertiban dan keamanan rakyat, merusak karakter rakyat.
Katanya juga sebelum diambil keputusan untuk dibubarkan, mereka (pemerintah dkk) telah memfinalisasi satu proses yang cukup panjang, mempelajari dan mengarahkan sesuai UU Ormas dan sesuai ideologi negara Pancasila. Sungguh bagus karena berpikir dahulu sebelum bertindak. Namun, alasan-alasan normatif yang dikatakan Menko Polhukam tetap masih belum cukup kuat sebagai acuan untuk membubarkan HTI. Jika memang dilakukan kajian secara mendalam, maka seharusnya dijelaskan tindakan konkret mereka yang mana yang bertentangan dengan hukum yang berlaku di negera ini. Mengapa pula momennya di saat isu sara sedang panas-panasnya di negera ini. Apakah ini mungkin salah satu cara pemerintah untuk menebar ketakutan kepada ormas Islam lainnya agar tidak lagi melawan pemerintah?
Padahal demokrasi ada untuk mengadakan ’keadilan’ antara mayoritas dan minoritas. Mill, salah seorang tokoh politik, mengatakan demokrasi bertujuan utnuk menghapus tirani antara mayoritas dan minoritas. Demokrasi ada untuk menciptakan keadilan bagi semua. Memang bukanlah sebuah perkara mudah untuk menciptakan keadilan di negara multibangsa dan polietnis seperti bangsa Indonesia, tetapi itu lah yang harus dilakukan sebagai konsekuensi dari penganut sistem demokrasi.
Bangsa ini pun menjunjung tinggi yang namanya toleransi. Namun, rasanya toleransi hanya berlaku bagi mereka kaum pemodal, kaum borjuis, dan para penguasa. Selebihnya tidak ada toleransi, kalau pun ada hanya toleransi bersyarat.
Ketakutan pemerintah terhadap Islam sungguh sangat berlebihan memang jika penyebabnya karena HTI berupaya menegakkan khilafah. Memangnya apa yang salah jika seseorang mencoba menjalankan perintah agamanya. Bukankah UUD di negera membebaskan untuk beragama. Tidak adil memang jika Islam menjadi alasan dibalik dibubarkannya HTI. Mungkin hampir sama seperti kasus lafadzh arab yang tertulis di bendera merah putih yang langsung direspon cepat pemerintah sebagai tindakan kriminal. Padahal jauh sebelum itu, banyak sangat banyak hal serupa terjadi. Tengok saja suporter bola yang mendukung para pemain timnas yang berlaga di Gelora Bung Karno.
Pancasila yang merupakan dasar negara ini secara subtansial merupakan sila-sila yang abstrak umum universial yang dirumuskan melalui abstraksi. Pengetahuan mengenai Pancasila yang substansial adalah hasil abstraksi akal terhadap data yang ditangkap oleh indra maupun akal. Maka, Pancasila yang abstrak umum universal mencakup berbagai aspek dimensional manusia Indonesia. Tinggal bagaimana sebagai manusia Indonesia mencoba mengabstraksikan Pancasila berdasarkan pengetahuan akal dan indra masing-masing. Pada tahap ini jika pemerintah yang merupakan absolute power seharusnya memberikan semacam pedoman bagi rakyatnya agar tidak tersesat dalam pendefinisan Pancasila.
Salah satu caranya adalah melalui pendidikan. Namun, lagi-lagi pendidikan pun di negara ini juga sedang tidak baik-baik saja. Jangankan untuk mengajarkan nilai-nilai Pancasila yang komperhensif, menghimbau anak didik untuk tidak membuang sampah sembarangan atau dispilin waktu masih saja sukar dilakukan.
Potret wajah Indonesia yang kata mereka orang bule jika ditanya mengenai orang Indonesia adalah baik, murah senyum, hanyalah topeng belaka. Pantas saja wartawan senior Mochtar lubis dalam bukunya manusia Indonesia mengatakan jika salah satu sifat kita sebagai manusia Indonesia adalah munafik.
Terlepas dari itu semua, semoga negera ini, bangsa ini, dan orang-orang yang bertempat tinggal dan hidup di dalamnya bisa benar-benar menjadi Indonesia. Karena Indonesia Bhinneka Tunggal Ika

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KH Said Aqil Siroj dan 14 Organisasi Islam Melarang Ikut Aksi 313 dan Tamasya Al-Maidah

KH Said Aqil Siroj menegaskan 14 Organisasi Islam yang tergabung dalam LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) melarang anggotanya ikut Aksi 313 di Istiqlal pada hari Jumat 31 Maret 2017. Alasan utama adalah NU sebagai Garda Terdepan Indonesia memandang aksi 313 sarat dengan kepentingan politik semata, hal ini berbahaya bagi Ukhuwah Wathoniyah (Kerukunan Berbangsa), bukan semata Aksi yang urgent dan penting untuk dilakukan. Secara tegas KH Said mengatakan bahwa urusan Pilkada ini tidak perlu bawa-bawa Agama, karena rentetan akan sangat panjang dan rawan ditunggangi kepentingan yang merugikan bagi Kebangsaan. “Jika Aksi ini membawa Allah berkampanye, apa yang akan terjadi jika ternyata yang mengatasnamakan Allah tadi kalah? Atau menang tapi akhirnya tidak amanah?” Hal ini akan sangat berbahaya jika dibiarkan, oleh sebab itu secara tegas NU dan 13 Organisasi yang tergabung dalam LPOI secara tegas menolak Aksi 313. Selain menolak Aksi 313, Kiai Said juga menolak s...

Fenomena Kaum SCBD (Sesapian-Cingkrangan-Bumi Datar)

By Apriadi Rizal Jadi gini, SCBD yang ini bukanlah Sudirman Central Business District yaitu kawasan terkenal dan mewah ditengah jantung ibukota. SCBD disini adalah mereka yang sangat mengharubirukan dunia Indonesia. Mereka adalah kaum yang selalu komen nyinyir kepada pemerintah yang sedang sibuk membangun negeri.  Mereka jugalah yang setiap hari membuat keonaran dengan alasan agama. You know lah! Cikidap, cikidap youw. (Habis goyang dengan lagu hip-hop) Jujur saya sendiri kurang tahu jelasnya mengenai sejarah tentang frase sesapian, cingkrangan, dan kaum bumi datar. Kapan mulai malang melintang didunia permediaan Indonesia. Kalau ada pembaca atau penulis lain yang bisa merangkumnya, akan sangat keren sekali. Karena akan menjadi salah satu bacaan yang sangat berguna bagi sejarah bangsa ini. Kenapa berguna? Pastinya menjadi rujukan kepada siapa saja manusia yang ingin maju. Rujukan untuk apa? Pastinya rujukan u...

TREN TERBARU KAUM INTOLERAN, HOAX MENJADI SARANA DAKWAH

Sungguh sekarang ini benar salah sulit dibedakan. Berita aktual dan hoax campur aduk menjadi satu. Yang terbaru adalah kasus orang yang katanya pendukung Ahok yang dikeroyok 10 orang anggota FPI. Katanya orang ini adalah kader PDIP. Ahok sendiri kemudian menjenguk orang tersebut di rumah sakit. Tapi ada juga berita yang mengatakan bahwa orang tersebut adalah seorang tukang ojek dan muslim yang taat. Tapi Novel bukan habib pencipta Fitsa Hats malah mengatakan bahwa itu hanyalah perkelahian satu lawan satu saja bukan pengeroyokan. Saat terbukti ada saksi mata kemudian FPI ngeles dan membantah bahwa pemukulan itu dilakukan oleh oknum yang bukan anggotanya. Anehnya, kemudian beredar foto si korban yang ternyata justru mendukung FPI dan anti Ahok. Dia upload foto sedang membawa pedang untuk mendukung Bibib dan melawan Ahok. Edannya lagi kemudian beredar foto tentang anggota FPI yang berdarah-darah yang katanya adalah orang yang terlibat dalam perkelahian itu. Tapi tern...