Ada yang lebih spesifik mengatakan bahwa
orang NU yang tidak mendukung FPI adalah NU yang bengkok. Secara lebih
sederhana bisa dikatakan NU yang sesat.
Apalagi terkait demo berseri yang bertajuk
“bela Islam” beberapa waktu lalu, umat Islam yang tidak ikut aksi atau
tidak mendukung aksi itu mereka katakan munafik. Orang yang mata hatinya
tertutup dan tidak tergerak untuk membela agamanya.
Bagi saya hal seperti itu ya terserahlah,
toh kebebasan berpendapat dilindungi Undang-Undang. Secara pribadi saya
mempersilahkan orang mau berkata saya sesat, buta mata hati atau apalah
hanya karena saya tidak mendukung FPI.
Terlebih lagi saya tidak heran jika FPI
mengatakan nonmuslim wajib diperangi dan lain sebagainya. Karena memang
FPI ini adalah salah satu jenis kelompok yang selalu merasa paling benar
dari siapa pun.
Akan tetapi saya kira akan menjadi hal
yang janggal apabila ulama’-ulama’ sekelas Alm. Gus Dur, Buya Syafi’i,
Mbah Moen, Habib Luthfi, Gus Mus, Kyai Said Aqil dan lain-lain disebut
sesat hanya karena belum sepakat dengan pergerakan FPI selama ini.
Pertanyaanya, apakah metode dakwah dan
pergerakan FPI dalam memperjuangkan (kata umat FPI) Islam sudah bisa
dijadikan sebagai acuan yang benar dalam memperjuangkan Agama?
Semua
orang tahu seperti apa sepak terjang FPI. Sweeping, teriak bunuh si A
gantung si B, ancaman kepung istana, intimadasi, hingga aksi jutaan
(katanya) umat. Selain itu masih banyak lagi yang tentunya tak bisa saya
sebutkan semuanya.
Dampak yang paling mudah dilihat dari
semua aksi FPI adalah rasa kurang nyaman yang timbul dari berbagai
kalangan. Bahkan tidak sedikit dari umat Islam sendiri yang merasakan
hal itu.
Ajaran Agama apa pun, nilai tertingginya adalah membawa rahmat.
Yaitu mengajarkan kasih sayang dan menciptakan kedamaian lahir bathin,
dunia akhirat. Saya rasa semua orang setuju dengan hal ini. Termasuk
para pendukung FPI.
Jika memang FPI benar-benar memperjuangkan
Agama, kenapa dalam prakteknya selalu menimbulkan kegaduhan? Minimal
membuat orang yang melihatnya menilai sebagai sesuatu yang kurang pas
dengan nilai-nilai dari sebuah Agama.
Hal seperti ini patut menjadi bahan
renungan bagi siapa pun, terutama para pendukung FPI. Karena jika tidak,
visi dan misi dari sebuah perjuangan akan semakin jauh dengan apa yang
menjadi PerintahNya.
Memang dalam hal memperjuangkan suatu
kebaikan, selalu ada rintangan yang dihadapi. Bahkan semua Rasul di
semua zaman, dalam perjuangannya selalu mendapatkan caci maki dan
pertentangan dari orang yang belum bisa menerima dakwahnya.
Namun tak akan pernah kita temui dalam
catatan sejarah manapun para Rasul itu berjuang menggunakan kekerasan.
Mereka selalu mengedepankan pendekatan dakwah yang penuh kelembutan.
Maka dalih dari FPI tidak akan
terkonfirmasi jika FPI dibenci banyak orang dalam perjuangannya, lantas
mereka menyamakan diri mereka dengan perjuangan para Rasul yang dicaci
maki dan ditentang oleh umatnya.
Sejarah menyebutkan, meskipun perjuangan
Nabi Muhammad SAW mendapat hujatan dan pertentangan dari banyak pihak
akan tetapi secara pribadi Beliau adalah sosok yang dikagumi bahkan oleh
para musuhnya. Sampai-sampai orang kafir pun percaya menitipkan uang
mereka kepada Beliau.
Seorang yahudi miskin dan buta yang selalu
menghina Nabi Muhammad SAW pun setiap hari merasakan kedamaian dan
kesejahteraan karena malah Beliau lah yang selalu memberi makanan dan
menyuapinya.
Jika melihat tauladan-tauladan seperti
itu, apakah sesuai jika kemudian FPI menyamakan perjuangan mereka dengan
perjuangan para Rasul? Sama sekali tidak!
Belum lagi jika melihat sosok imam besar
mereka yaitu Rizieq Shihab yang selalu mengeluarkan kata-kata kasar
dalam banyak ceramahnya. Pernahkah Nabi Muhammad SAW berkata kasar dalam
ceramahnya? Tidak pernah.
Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang begitu
lembut dalam setiap tutur katanya. Lantas siapakah yang menjadi panutan
Rizieq Shihab dalam menyampaikan dakwahnya?
Ada yang sering memperingatkan saya bahwa
Habaib termasuk Rizieq Shihab adalah keturunan Rasul yang wajib
dihormati oleh umat Islam. Iya, bagaimanapun saya tetap hormat dengan
Rizieq Shihab dalam koridor ta’dhim terhadap “darah mulia” yang mengalir di dalam tubuhnya.
Akan tetapi apakah karena dia seorang
keturunan Nabi lantas harus dicontoh semua tingkah laku dan diikuti
setiap fatwa/ucapannya? Saya kira para pembaca Seword tidak akan
langsung menjawab iya, pasti dilihat dulu seperti apa tingkah laku dan
fatwa tersebut.
Artinya boleh lah kita “mengkultuskan”
seseorang atau menyebutnya ulama’ kemudian membela mati-matian, dengan
catatan orang yang kita kultuskan itu tadi dalam ucapan dan perbuatannya
tidak “menabrak” norma Agama.
Agar saya tidak disebut memfitnah ulama’
FPI telah menabrak norma Agama, saya akan memberikan salah satu contoh
perbuatan menabrak norma Agama yang dilakukan oleh Rizieq Shihab. Yaitu
ancaman Revolusi Putih yang telah dilakukan oleh Imam Besar FPI itu (sumber).
Entah apa maksud dari revolusi putih,
karena pernyataan ini bersifat multi tafsir. Karena multi tafsir maka
bisa diterjemahkan sebagai sebuah bentuk ancaman tertentu terhadap NKRI.
Yang namanya ancaman tentunya menimbulkan
efek takut bagi warga negara yang selanjutnya bisa menimbulkan
kekacauan/kerusakan. Sedangkan membuat kerusakan adalah hal yang
dilarang oleh Agama apapun.
Sudah jelas bukan dengan apa yang saya
maksud menabrak norma Agama? Jadi jangan ada yang menyimpulkan bahwa
saya telah memfitnah ulama’ FPI Rizieq Shihab.
Kemudian tentang penetapan tersangka
terhadap Rizieq Shihab dalam kasus percakapan WhatsApp yang melibatkan
Firza Husein dan Rizieq Shihab. Dalam hal ini adalah kasus seorang warga
negara biasa, tidak ada unsur Kriminalisasi Ulama’ seperti yang
didengungkan oleh para pendukung FPI.
Jika
pada aksi-aksi sebelumnya FPI menggunakan Fatwa MUI sebagai landasan
bergerak, kali ini tidak ada lagi Fatwa MUI tentang kriminalisasi
Ulama’. Jadi tidak perlu ada aksi bela ulama’ yang melibatkan jutaan
umat. Karena memang tidak ada Kriminalisasi Ulama’ dalam hal ini.
Bahkan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
Kyai Ma’ruf Amin mengatakan, penetapan Habib Rizieq sebagai tersangka
dalam kasus tersebut bukan berarti terjadi kriminalisasi Ulama’.
Penetapan tersebut tidak ada hubungannya dengan kriminalisasi dan
merupakan persoalan hukum seperti biasa.
“Jadi ikuti saja proses hukum yang berlangsung, yang berjalan. Nanti di pengadilan akan dibuktikan apakah seseorang bersalah atau tidak bersalah,” ujar Kyai Ma’ruf Amin di Istana Kepresidenan, Senin (29/5).
Pertanyaan selanjutnya, mengapa kali ini tidak ada Fatwa MUI bahwa telah terjadi kriminalisasi Ulama’?
Selain karena memang faktanya tidak ada
unsur kriminalisasi ulama’, apakah hal ini sebuah kebetulan jika
sebelumnya MUI mendukung FPI namun kali ini tidak ada lagi dukungan atau
pertolongan fatwa dari MUI?
Kalaupun terkait opini FPI tentang
kriminalisasi Ulama’ dikatakan Kyai Ma’ruf Amin dan MUI tidak membela
Agama Islam, maka gugurlah alasan dari serentetan aksi yang pernah
digelar FPI selama ini.
Iya, sepertinya kali ini pendukung FPI
akan membela sendiri imam besarnya. Mereka tidak akan “ditemani” MUI
untuk menyelamatkan ulama’ mereka yang kata mereka telah
“dikriminalisasi”. Entah kriminilasi seperti apa dan oleh siapa yang
mereka maksud itu.
Dengan demikian, jika mau memperhatikan
beberapa catatan serta rangkaian pertanyaan di atas (dan masih banyak
lagi yang lain), maka sudah saatnya FPI melakukan introspeksi dalam
tubuh mereka. Mereka harus mengevaluasi kembali sejarah-sejarah yang
telah mereka torehkan.
Memang segala sesuatu pasti memiliki sisi
baik, termasuk FPI. Artinya tulisan ini tidak bertujuan mengesampingkan
hal-hal yang betul-betul baik dan benar yang telah dilakukan oleh FPI
bagi manusia lain.
Tanpa ada maksud melecehkan umat
Islam (maksud saya FPI), bisa jadi Tuhan memang sedang memberi
Peringatan kepada Rizieq Shihab serta semua pendukung FPI akan benar
atau tidaknya tindakan-tindakan mereka selama ini.
Jika memang benar, kenapa orang lain merasa tidak nyaman dengan keberadaan serta visi dan misi mereka selama ini?
Wallahu A’lam…
Komentar
Posting Komentar