Langsung ke konten utama

Pancasila Jadi Benteng Utama Tangkal Radikalisme

Petugas membersihkan pelataran Monumen Pancasila Sakti, di Jakarta Timur, Senin 26 September 2016. Antara Foto/Risky Andrianto
Jakarta - Maraknya penyebaran paham radikalisme yang menyasar anak muda, menyebabkan ideologi Pancasila dan NKRI makin terkikis sementara kekerasan dan aksi anarkistis kian menjadi. Walhasil Asosiasi Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (ADPK) menghelat forum 'Aktualisasi Pancasila sebagai Benteng Radikalisme di Lingkungan Perguruan Tinggi', untuk menangkal wabah radikalisme.

"Saat ini terjadi perkembangan situasi yang membahayakan ideologi Pancasila dan NKRI dengan maraknya kekerasan dan tindakan anarkis," ujar Ketua ADPK Sudarilah, saat membuka forum tersebut di di kampus STKIP Kusuma Negara, Cijantung, Jakarta Timur, Kamis 25 Januari 2017.

Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) Letjen TNI (Purn) SLamet Supriadi memaparkan, gerakan radikal bermula dari ketertinggalan pembangunan negara berkembang pun pemahaman agama yang sempit. Selain itu, adanya campur tangan pihak lain yang menjadi kelompok teror sebagai aktor lapangan dalam skenario proxy war yang pernah diakui oleh mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton. Negara Maju, cenderung membuat jebakan yang tidak disadari dengan membuat negara Islam Radikan di Mesir dan Suriah atau Irak. 

"Ironisnya jebakan ini tidak disadari anak muda Indonesia, sampai akhirnya terpengaruh menjadi pelaku teror atas nama ideologi sempit," bebernya.

Oleh karena itu, kata dia, ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa dari wabah radikalisme tersebut. Pertama, reaktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam hidup berbangsa bernegara. Kedua, ketahanan nasional di semua bidang. Ketiga, persatuan dan kesatuan bangsa yang didukung TNI-Polri, serta ulama, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Keempat, pembangunan nasional berwawasan nusantara.

Kelima, mewujudkan stabilitas nasional mantap dan dinamis, terkendali dengan tetap mendorong demokrasi. Keenam, revisi semua UU yang bertentangan dengan UUD 1945. Ketujuh, standar moral penyelenggara negara yang bebas KKN. Kedelapan, adanya Early Warning System untuk mitigasi bagi masyarakat.

Senada, Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara (LPPKB) Soeprapto menilai bahwa radikalisme dan terorisme berawal dari pola pikir. Pancasila, kata dia, harus menjadi benteng utama dalam pola pikir, sikap, dan tindakan sehari-hari. Pemerintah semestinya bertanggung jawab, kata dia, untuk mencegah mewabahnya radikalisme dengan menjamin hadirnya demokrasi.

"Cara terbaik menangkal radikalisme adalah dengan mewujudkan pemerintahan bersih,transparan, partisipatoris, akuntabel dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia," jelasnya.

Dengan terciptanya kehidupan yang demokrasi, berarti, kata dia, pemerintah telah membela hak rakyat. Dengan begitu akan timbul kepuasan dari rakyat dan menutup peluang munculnya aksi radikalisme yang berujung terorisme.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

1.362 MW Pembangkit dari Proyek 35.000 MW Sudah Beroperasi

Program 35.000 Mega Watt (MW) yang dicanangkan oleh pemerintah terus menunjukkan perkembangan. Hingga 1 Februari 2018, tercatat pembangkit listik yang telah beroperasi adalah sebesar 1.362 MW dan yang sedang tahap konstruksi sebesar 17.116 MW. "Peningkatan ini tak lepas dari kontribusi pembangkit listrik PLN maupun Independent Power Producer (IPP)," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/3/2018). Baca juga:  Bagaimana Progres 35.000 MW Jokowi? Ini Penjelasan PLN Sejauh ini, sebesar 896 MW dari total 1.362 MW yang beroperasi dihasilkan dari IPP, sementara 466 MW dibangun oleh PT PLN (Persero). Pembangkit yang beroperasi tersebar di wilayah Sulawesi dengan total 538 MW, disusul Sumatera 455 MW, Maluku dan Papua 135 MW, Kalimantan 126 MW, sedangkan sisanya tersebar di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 108 MW. Lebih lanjut, Agung menambahkan saat ini sebany...

Fenomena Kaum SCBD (Sesapian-Cingkrangan-Bumi Datar)

By Apriadi Rizal Jadi gini, SCBD yang ini bukanlah Sudirman Central Business District yaitu kawasan terkenal dan mewah ditengah jantung ibukota. SCBD disini adalah mereka yang sangat mengharubirukan dunia Indonesia. Mereka adalah kaum yang selalu komen nyinyir kepada pemerintah yang sedang sibuk membangun negeri.  Mereka jugalah yang setiap hari membuat keonaran dengan alasan agama. You know lah! Cikidap, cikidap youw. (Habis goyang dengan lagu hip-hop) Jujur saya sendiri kurang tahu jelasnya mengenai sejarah tentang frase sesapian, cingkrangan, dan kaum bumi datar. Kapan mulai malang melintang didunia permediaan Indonesia. Kalau ada pembaca atau penulis lain yang bisa merangkumnya, akan sangat keren sekali. Karena akan menjadi salah satu bacaan yang sangat berguna bagi sejarah bangsa ini. Kenapa berguna? Pastinya menjadi rujukan kepada siapa saja manusia yang ingin maju. Rujukan untuk apa? Pastinya rujukan u...

TRI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Oleh: H. Agus (Jurnalis/Pemerhati Masalah Sosial Budaya dari Dompu, NTB) ================== Tri kerukunan umat beragama merupakan konsep yang digulirkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat antar umat beragama yang rukun. Istilah lainnya adalah "Tri kerukunan". Kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri atas puluhan etnis, budaya, suku, dan agama. Membutuhkan konsep yang memungkinkan terciptanya masyarakat yang damai dan rukun. Dipungkiri atau tidak, perbedaan sangat beresiko pada kecenderungan konflik. Terutama dipacu oleh pihak-pihak yang menginginkan kekacauan di masyarakat. Perbedaan atau kebhinekaan Nusantara tidaklah diciptakan dalam satu waktu saja. Proses perjalanan manusia di muka bumi Indonesia dengan wilayah yang luas menciptakan keberagaman suku dan etnis manusia. Maka lahir pula sekian puluh kepercayaan dan agama yang berkembang di setiap suku-suku di Indonesia. Kebijakan Pemerintah Pemerintah sendiri telah menyadari resistensi ko...