Langsung ke konten utama

Radikalisasi di Kampus Sudah Darurat!

Yang mengatakan ini bukan cuma saya pribadi. Ini adalah pernyataan dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Komjen Pol Drs. Suhardi Alius. Ia menegaskan bahwa hal ini adalah kondisi darurat yang harus menjadi perhatian semua kementrian dan lembaga.Ia juga menambahkan bahwa perekrutan tenaga pendidik harus benar-benar diperhatikan. Jangan sampai radikalisme justru masuk lewat ajaran-ajaran dari tenaga pendidiknya.
“Radikalisasi di kampus sudah sangat gawat. Kalau kita tidak gerak cepat ini akan membahayakan anak-anak penerus bangsa,”
“Penyaringan harus benar-benar ketat dalam merekrut tenaga pendidik. Disinilah koordinasi BNPT dengan kementrian dan lembaga sangat dibutuhkan, dalam hal ini adalah koordinasi dengan Kemenristekdikti (Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi),”
Saya pernah menulis di Seword berjudul “Mahasiswa Kuliahnya di PTN Disubsidi Negara, Tapi Bersumpah Untuk Khilafah. Ke Mana Kecerdasannya?“. Tulisan itu berangkat dari kekecewaan saya membaca berita tentang dipakainya IPB yang notabene kampus negeri untuk mengucapkan sumpah mahasiswa mendukung khilafah dan penggunaan syariat Islam di negara ini? Entah sudah ke mana otak adik-adik kita itu yang banyak masih kuliah di PTN, melakukan kegiatan di kampus negeri, namun masih juga berusaha melakukan sesuatu yang mengkhianati negaranya. Betul-betul tak tahu diri dan tak tahu terima kasih. Apakah untuk jadi muslim yang baik dan kelak bisa masuk surga harus dengan merongrong persatuan dan mengganti ideologi negara? Apakah sehari-hari Habluminallah dan Habluminannas mereka sudah baik? Atau jangan-jangan selama ini hanya tampilannya yang alim, eksklusif, merasa pintar, namun tak tahu betul apa yang mereka lakukan? Dan kok bisa-bisanya IPB membolehkan gedungnya digunakan untuk kegiatan seperti itu?
Ini sebetulnya tak hanya di kampus, bahkan di level sekolah mulai dari Play Group dan Taman Kanak-Kanak banyak pendidik yang mulai menyusupi murid-muridnya dengan hal-hal intoleransi. Saya pernah dengar cerita anak teman yang duduk di bangku TK dan gurunya mengajak tepuk anak sholeh. Dalam tepuk tersebut ada kalimat “muslim yes, kafir no“. Bayangkan kalau anak sekecil itu sudah ditanamkan propaganda demikian. Memangnya untuk mendidik anak jadi sholeh/sholehah harus dengan kalimat seperti itu?
Di bangku perkuliahan pun lebih parah lagi. Mahasiswa masuk mengikuti orientasi saja seringkali sudah dikelompokkan untuk mengikuti pembinaan keimanan oleh seniornya. Seminggu sekali mereka juga diajak untuk bimbingan rohani dengan kakak tingkat sebagai mentor. Nah mentor-mentor ini banyak yang berafiliasi dengan organisasi yang ingin mengganti ideologi negara dengan kekhilafahan. Mahasiswa jaman sekarang, sorry to say, meski hidup di jaman yang modern namun banyak yang belum jadi pribadi yang matang dan dewasa meski sudah mengantongi KTP dan berstatus sebagai mahasiswa. Sehingga banyak yang kemudian mudah dipengaruhi.
Contoh lain paling gampang adalah masifnya propaganda nikah muda. Lah harusnya kampus itu kan mengedukasi bagaimana individu di dalamnya bisa berkembang menjadi karakter yang baik, mempersiapkan masa depan dengan baik, mencari ilmu setinggi-tingginya, dsbnya. Jatuh cinta dengan lawan jenis adalah hal yang wajar, tapi apa kalau menghindari zina harus solusinya menikah? Menikah muda, mental belum siap, hidup belum terencana dengan baik, masih minta bantuan orangtua, anaknya banyak, akhir-akhirnya teriak-teriak minta negara bantu kesejahteraannya. What the…..
Di politik kampus pun kader-kader mereka juga menempati posisi strategis. Lihat saja saat musimnya kampanye ketua himpunan, ketua BEM, ketua EM, sampai DPM. Nyaris penampilannya serupa padahal isi kampus itu berwarna-warni. Tanyakan seberapa besar probabilitas anak-anak yang tidak masuk golongan itu untuk bisa menduduki posisi strategis di politik kampus? Adik saya pernah menceritakan di tempat kuliahnya pernah ada mahasiswa non-muslim yang sangat kompeten dijegal saat maju ketua BEM fakultas. Jangankan yang beda agama, yang seagama namun dianggap berlawanan dengan ideologi mereka saja dijegal.
Coba Anda baca berita di atas itu. Bahkan tanpa sungkan sebuah organisasi yang ngotot ingin menerapkan khilafah di Indonesia dengan bangga menyebut dosen IPB dan Unhas sebagai bagian dari kegemilangan acara mereka di IPB. Dosen yang gajinya masih dibayar negara namun tega mengkhianati bangsanya sendiri. Melihat yang seperti ini apakah Menristekdikti tak ingin menertibkan dan membersihkan kampus-kampus kita?
Sudah saatnya Presiden, Kapolri, TNI, Menpan RB, Menristekdikti, dan Mendiknas bersinergi membersihkan kuman-kuman bangsa dari institusi pendidikan kita mulai dari level yang terendah. Kalau selama belajar saja mereka sudah berani menyebarkan ideologi yang berlawanan dengan Pancasila, apa kabar saat mereka sudah bekerja atau bermasyarakat?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

1.362 MW Pembangkit dari Proyek 35.000 MW Sudah Beroperasi

Program 35.000 Mega Watt (MW) yang dicanangkan oleh pemerintah terus menunjukkan perkembangan. Hingga 1 Februari 2018, tercatat pembangkit listik yang telah beroperasi adalah sebesar 1.362 MW dan yang sedang tahap konstruksi sebesar 17.116 MW. "Peningkatan ini tak lepas dari kontribusi pembangkit listrik PLN maupun Independent Power Producer (IPP)," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/3/2018). Baca juga:  Bagaimana Progres 35.000 MW Jokowi? Ini Penjelasan PLN Sejauh ini, sebesar 896 MW dari total 1.362 MW yang beroperasi dihasilkan dari IPP, sementara 466 MW dibangun oleh PT PLN (Persero). Pembangkit yang beroperasi tersebar di wilayah Sulawesi dengan total 538 MW, disusul Sumatera 455 MW, Maluku dan Papua 135 MW, Kalimantan 126 MW, sedangkan sisanya tersebar di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 108 MW. Lebih lanjut, Agung menambahkan saat ini sebany...

Fenomena Kaum SCBD (Sesapian-Cingkrangan-Bumi Datar)

By Apriadi Rizal Jadi gini, SCBD yang ini bukanlah Sudirman Central Business District yaitu kawasan terkenal dan mewah ditengah jantung ibukota. SCBD disini adalah mereka yang sangat mengharubirukan dunia Indonesia. Mereka adalah kaum yang selalu komen nyinyir kepada pemerintah yang sedang sibuk membangun negeri.  Mereka jugalah yang setiap hari membuat keonaran dengan alasan agama. You know lah! Cikidap, cikidap youw. (Habis goyang dengan lagu hip-hop) Jujur saya sendiri kurang tahu jelasnya mengenai sejarah tentang frase sesapian, cingkrangan, dan kaum bumi datar. Kapan mulai malang melintang didunia permediaan Indonesia. Kalau ada pembaca atau penulis lain yang bisa merangkumnya, akan sangat keren sekali. Karena akan menjadi salah satu bacaan yang sangat berguna bagi sejarah bangsa ini. Kenapa berguna? Pastinya menjadi rujukan kepada siapa saja manusia yang ingin maju. Rujukan untuk apa? Pastinya rujukan u...

TRI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Oleh: H. Agus (Jurnalis/Pemerhati Masalah Sosial Budaya dari Dompu, NTB) ================== Tri kerukunan umat beragama merupakan konsep yang digulirkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat antar umat beragama yang rukun. Istilah lainnya adalah "Tri kerukunan". Kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri atas puluhan etnis, budaya, suku, dan agama. Membutuhkan konsep yang memungkinkan terciptanya masyarakat yang damai dan rukun. Dipungkiri atau tidak, perbedaan sangat beresiko pada kecenderungan konflik. Terutama dipacu oleh pihak-pihak yang menginginkan kekacauan di masyarakat. Perbedaan atau kebhinekaan Nusantara tidaklah diciptakan dalam satu waktu saja. Proses perjalanan manusia di muka bumi Indonesia dengan wilayah yang luas menciptakan keberagaman suku dan etnis manusia. Maka lahir pula sekian puluh kepercayaan dan agama yang berkembang di setiap suku-suku di Indonesia. Kebijakan Pemerintah Pemerintah sendiri telah menyadari resistensi ko...