Tidak selamanya peringatan May Day dalam rangka Hari
Buruh Internasional identik dengan unjuk rasa. Apalagi, salah satu
dampak negatif demo buruh adalah masih tingginya jumlah pengangguran dan
berkurangnya anggota serikat pekerja/buruh.
"Tentu banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan jumlah anggota serikat pekerja. Tapi, salah satunya aksi demo yang pada akhirnya tidak melahirkan kesepakatan," katanya di Jakarta, Rabu (12/4).
Menurutnya, jika dilihat, jumlah anggota serikat pekerja/buruh hanya 2,71 juta atau 5,5 persen dari 49 juta jumlah pekerja formal. Di lain pihak, jumlah pengangguran masih berada di angka 7,03 juta. Jumlah yang masih cukup tinggi.
"Yang ingin saya sampaikan, pilihan isu dan cara gerakan serikat buruh/pekerja harus mewakili mayoritas persoalan ketenagakerjaan. Agar mendapatkan dukungan dan apresiasi dari pekerja di seluruh Indonesia," harap Djoko.
Apalagi, lanjutnya, imej yang tercipta di masyarakat terhadap kalangan buruh sangat terkait dengan apa yang dilakukan serikat pekerja.
"Salah satu parameternya adalah angka-angka tersebut di atas," tambahnya.
Padahal, ada perayaan May Day yang berbeda selain menggelar demo. Seperti dilakukan FSPPG dari tahun 2009 sampai sekarang yakni memperingati dengan beragam aktivitas yang bermanfaat. Termasuk kegiatan May Day yang digagas sejumlah serikat pekerja/serikat buruh dengan menggelar Festival May Day is a Happy Day yang rencananya akan digelar di Senayan, Jakarta.
"Bagi kami untuk memberikan pilihan dalam memperingati May Day tentu sangat baik. Sepanjang tidak menghilangkan isu atau persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi bangsa Indonesia," jelas Djoko.
Menurutnya, dengan mengubah kebiasaan May Day dari aksi demo menjadi kegiatan positif tidak akan menghilangkan ruh kalangan buruh dalam memperjuangkan tingkat kesejahteraan.
"Saya rasa, demo adalah salah satu pilihan kendaraan dalam menyuarakan persoalan ketenagakerjaan. Kita juga bisa menyuarakan isu ketenagakerjaan melalui kendaraan lain," ujar Djoko.
Misalnya, tema May Day sangat penting menyampaikan gagasan, isu atau ide terhadap ketenagakerjaan. Tentunya, hal itu dilakukan setelah ada kajian di semua aspek terkait efektivitasnya. Dalam situasi perpolitikan di Indonesia yang sangat pragmatis dan transaksional, gerakan buruh rentan terhadap susupan dan intervensi parpol.
Di FSPPG, tema May Day untuk tahun ini adalah 'May Day is Compliance Day'. Tujuannya mengingatkan stakeholder ketenagakerjaan agar patuh dan taat terhadap regulasi yang telah dibuat dan disepakati.
Djoko menambahkan, persoalan muncul karena adanya pengingkaran kesepakatan yang telah dibuat. Contohnya tentang UMP, kepesertaan BPJS, KWT, outsourching, dan banyak lagi.
"Karena itulah kami mendukung kegiatan apapun yang mempunyai manfaat bagi pekerja Indonesia," terangnya.
Bahkan, FSPPG menyambut May Day dari 9 April sampai 1 Mei dengan berbagai kegiatan. Antara lain Porseni FSPPG dengan mempertandingkan voli, futsal, tenis meja, dan bulu tangkis. Kemudian donor darah, beasiswa, Mudik Nyaman 2 FSPPG, lomba memancing, buruh mengaji, memasak, fun bike, games anak karyawan, dan lain-lain.
"Semua atas biaya serikat pekerja," pungkas Djoko.
Komentar
Posting Komentar