ilustrasi pimpinan ormas Islam |
Melihat viralnya video kampanye Ahok
Djarot yang banyak dikecam oleh kaum penduduk bumi datar yang berjenis
“sumbu pendek”, tentunya kita melihat bahwa kampanye tersebut terbukti
efektif. Memang kampanye tersebut diharapkan untuk tersebar oleh
orang-orang dari penjuru manapun, ke manapun, dan di manapun.
Sepertinya tim sukses Ahok Djarot sangat
cerdas memainkan situasi dan mengatur bagaimana video tersebut harus
tersebar. Ke seluruh Jakarta, kalau bisa ke seluruh pelosok Indonesia.
Namun yang menjadi pertanyaan, dimanakah
Rizieq Shihab dan kroco-kroconya yang terbiasa reaktif seperti logam
natrium ketika terkena air? Dimanakah mulut Rizieq yang secara eksplosif
mengutuki timses Basuki Djarot?
Di dalam tabel periodik kimia kita tahu
bahwa logam-logam pada golongan I A merupakan logam yang sangat reaktif.
Namun jika logam tersebut berada pada cairan inert (seperti minyak
tanah, minyak sayur), justru mereka cenderung tidak reaktif. Beginilah
yang mungkin dirasakan.
Namun apa yang menjadi “cairan inert” yang
membungkam mulut dari “logam natrium” ini? Mungkinkah karena mulutnya
tersumpal oleh pakaian dalam Firsa Hots yang sedikit “bau kentut”?
Apakah karena kalimat-kalimat dari sang mantan panglima ABRI yang
menggetarkan dan membuat bulu ketek “logam” berdiri? Mungkinkah karena
pelaporan-pelaporan warga kepada kepolisian tentang keresahan mereka
akibat logam ini? Wah jika ingin ditelusuri, sebenarnya banyak alasan
untuk membungkam Rizieq, dan semuanya masuk akal.
Setelah FPI, FUI yang juga berafiliasi
dengan FPI-pun sudah dibuat impoten oleh kepolisian karena dugaan aksi
makar yang diselipkan di dalam agenda demo 313 kemarin. Pekerjaan polisi
harus kita apresiasi. Kita harus acungi dua jempol tangan dan dua
jempol kaki untuk kehebatan kepolisian dan aparat keamanan negara
Indonesia ini.
Penangkapan demi penangkapan dilakukan
untuk meredam efek guncangan di dalam pemerintahan di Indonesia. Al
Khaththath (asik juga tulisnya), alias Gatot, gagal total di dalam
merancang proses makar. Gatot gagal total di dalam usahanya
menggulingkan pemerintahan.
Melihat kinerja kepolisian di dalam
membungkam pimpinan-pimpinan ormas radikal, brutal, dan ekstrim, tentu
harus diacungi jempol. Meskipun banyak orang yang mengatakan bahwa
polisi sedang membela Ahok, mereka salah besar. Kepolisian membela Pak
Dhe, yang saat ini diguncang dengan berbagai macam isu-isu politik.
Kaum sumbu pendek ini tidak bodoh, mereka
sadar bahwa tidak mungkin menghancurkan Pak Dhe secara langsung. Mereka
menggunakan Pak Basuki Tjahaja Purnama, untuk awal penggulingan Pak Dhe.
Membuat warga Jakarta tidak menyukai Ahok, tentu membuat mereka juga
mempertanyakan Presiden Joko Widodo. Namun semua ini seharusnya akan
selesai sebentar lagi, dan kita akan mencicipi kemenangan pemerintahan
dalam mengatasi hal-hal demikian.
Setelah FPI dan FUI impoten, apakah teror
dan ancaman kebhinnekaan selesai? Sekali-kali tidak. Masih ada
ormas-ormas lain yang sedang senyap. Lihat saja HTI yang sampai sekarang
belum banyak bergerak. Mungkin para pengikut Rizieq dan Gatot yang
sedang kehilangan master mereka, sedang ditarik perlahan-lahan ke HTI.
Para ronin (di dalam bahasa Jepang artinya: masterless samurai)
dari FPI dan FUI menjadi orang-orang linglung yang akan lebih mudah
diprovokasi. Maka kita harus berhati-hati dengan ronin-ronin ini. Mereka
yang kehilangan pemimpin, tidak serta merta berhenti beraksi. Mereka
akan terus mencari pimpinan baru, dan memulai gerakan yang lebih besar
lagi.
Ronin-ronin yang sedang kehilangan arah
ini, memiliki potensi anarkis yang lebih tinggi, mengingat tidak ada
lagi keahlian mereka. Selain berteriak-teriak, menuntut Ahok yang sedang
diproses hukum, dan menuntut penjara lima tahun, apa lagi yang dapat
mereka perbuat?
Saya curiga, ronin dari FPI dan FUI ini
adalah orang-orang yang pernah mendapatkan pekerjaan baik-baik di
perusahaan baik-baik. Mereka kemudian memberikan dirinya kepada master
yang salah, Rizieq dan Gatot. Kasihan mereka sekarang kehilangan
“pekerjaan” demi “pengabdian tanpa batas”, maksud saya “kebodohan tanpa
batas”.
Jangan sampai kepolisian lengah akan hal
ini dan jangan sampai kita melihat bahwa Indonesia akan dipimpin oleh
ronin yang pada akhirnya menguasai tatanan bernegara kita. Sedikit kita
lengah, tentu ancaman adalah sang Burung Garuda dan pitanya yang
bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”. Saya baru mengerti mengapa
kebhinnekaan dituliskan di atas pita. Karena bhinneka itu rapuh, dan
harus dijaga sedemikian rupa agar tidak koyak. Anies tidak mengerti hal
ini.
Komentar
Posting Komentar