Para pembaca dimanapun berada mungkin sering membaca suatu artikel, berita,
ataupun postingan-postingan di media sosial dari seseorang ataupun
banyak orang yang berisi tentang nilai-nilai keagamaan yang dianut dan
dipercaya. Bahkan terkadang si penulis atau narasumber tersebut
membandingkan ajaran agamanya dengan ajaran agama orang lain yang
berbeda. Fanatisme si penulis atau narasumber tersebut memang tidak bisa
disalah artikan sebagai suatu pemahaman yang salah, namun terkadang
terkesan berlebihan dan dapat menimbulkan perdebatan yang tidak akan
bertepi. Seperti halnya penafsiran suatu ayat suci, sebagai manusia
tentunya kemampuan untuk menafsirkan makna yang tersirat akan berbeda
juga pada diri masing-masing umat dan tentunya sering menimbulkan
perdebatan tidak hanya pada umat biasa bahkan hingga ahli agama.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, fanatisme artinya keyakinan (kepercayaan) yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama, dan sebagainya). Fanatisme
dapat disebut suatu bentuk memberikan dukungan mutlak tanpa didasarkan
pada logika dan akal untuk ideologi, individu, kelompok, atau apapun
itu. Tentunya jika fanatisme yang ada dalam diri seseorang bersifat
positif akan sangat bagus. Nilai-nilai keagamaan yang dipelajari,
dipahami, didalami, dimaknai, dilakukan dan diamalkan dalam perbuatan
sehari-hari tentunya akan membawa dampak positif bagi diri sendiri
maupun lingkungan sekitarnya yang saling berhubungan. Namun jika dalam
diri seseorang bersifat negatif maka akan timbul sikap yang berlebihan
menentang hal-hal yang berbeda dengan pemikiran dan pemahaman mereka
sendiri, maka munculah perbuatan ekstremis dan radikal.
Ekstremisme
sendiri dapat diartikan suatu bentuk pemahaman yang diyakini secara
berlebihan dan bertentangan dengan pemahaman yang berbeda. Radikalisme
juga dapat diartikan paham atau
aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik
dengan cara kekerasan atau drastis. Jadi dapat dipastikan bahwa
fanatisme negatif yang ada akan selalu menimbulkan ekstremisme dan
radikalisme dalam kehidupan kita. Dan tidak dapat kita pungkiri, pemeluk
agama yang fanatik dimanapun di dunia ini selalu melakukan tindakan
ekstremis dan radikalis. Sejarah telah membuktikan baik pemeluk agama
Islam, kristen, Buddha, maupun Hindu yang menganut fanatisme negatif
selalu menimbulkan pertentangan dan perselisihan yang menimbulkan
tindakan-tindakan yang merugikan umat lain yang tidak sepaham dengan
pemikiran mereka. Ketika kita
berbicara tentang fanatisme, biasanya kita akan tertuju pada fanatisme
negatif dan tercela daripada fanatisme positif. Fanatisme negatif yaitu
membela dan mengikuti sebuah ideologi tanpa disertai argumentasi tepat
(mutlak) kebenarannya dan buta (tidak mencari tahu akan kebenaran ajaran
atau ideologi yang diikuti). Penafsiran
dan pemahaman yang salah pada ajaran agama menimbulkan kesalahan fatal.
Sering kita saksikan terjadinya perselisihan antar umat yang berbeda
agama, bukan hanya itu bahkan yang seagama juga sering terjadi.
Dalam
hal fanatisme negatif inilah sering kita melihat tindakan-tindakan
ekstrim, radikal, dan intoleran dalam kehidupan sehari-hari. Timbulnya
ormas-ormas radikal juga karena pemahaman akan fanatisme negatif yang
dianutnya dan akhirnya dapat menimbulkan terorisme. Seperti halnya di
Indonesia, sejak zaman dahulu kita mengenal Islam yang mengutamakan akhlakul karimah untuk mewujudkan rahmatan lil alamin
dimana selalu diekspos oleh ulama-ulama NU yang moderat. Umat Islam NU
kita tahu juga sangat fanatik dengan ajaran agama Islam, namun segala
tindak tanduk umat Islam NU merupakan fanatik positif. Mereka selalu
mengajarkan kedamaian, menyejukan hati dan jiwa. Namun berbeda dengan
umat Islam yang menganut paham khilafah, mereka merasa pemahaman dan
tindakan mereka paling benar mengenai ajaran Islam. Sesama umat Islam
yang tidak sepaham dengan mereka bahkan dianggap munafik, kafir. Hal ini
muncul karena sikap ekstremis, dengan pembenaran dari mereka sendiri
maka tindakan-tindakan radikal dianggap benar
oleh mereka dan oleh agama yang dipercayainya. Bahkan jika
tindakan-tindakan mereka ditentang dan dihalangi, mereka akan semakin
menunjukan keganasan mereka dengan aksi terorisme.
Sekali lagi
perlu diingat bahwa tindakan-tindakan intoleran, ekstremis, radikal
bahkan hingga teror yang berhubungan dengan keagamaan sangat sering
terjadi di dunia ini. Bahkan tidak hanya dilakukan oleh satu agama saja,
setiap agama yang memiliki pemeluk fanatik negatif pasti melakukan hal
demikian. Namun pada saat ini yang sangat besar dan heboh adalah kaum
militan yang menamakan diri sebagai ISIS. setelah tumbangnya Al-Qaedah,
ISIS terbentuk pada tahun 2013 dan berkembang pesat dengan menarik
banyak relawan dan simpatisan dari banyak pemeluk agama Islam di dunia.
Walaupun berpusat di daerah konflik Irak dan Syiria, banyak relawan ISIS
melakukan aksi teror di negara-negara lain di dunia tidak terkecuali di
Indonesia. Beberapa kejadian bom bunuh diri telah terjadi di Indonesia
hingga menelan korban jiwa, terakhir baru terjadi beberapa hari lalu di
Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Disamping
itu penyebaran paham khilafah yang dilakukan oleh ormas-ormas Islam
garis keras di Indonesia juga sudah cukup mengkhawatirkan.
Doktrim-doktrin kekerasan ditanamkan kepada umat Islam. Bagi umat Islam
yang pemahaman akan ajaran agama yang dangkal dapat menerima doktrin
tersebut dan membenarkan segala tindakan intoleran dan radikal
sebagaimana diajarkan oleh ulama-ulama mereka. Sungguh ironis, hingga
anak-anak kecil ditanamkan pemikiran radikal dan kekerasan bukan
diajarkan tentang kedamaian dan keindahan akan nilai-nilai luhur yang
diajarkan oleh para Nabi. Dalam beberapa aksi kita dapat melihat
bagaimana mereka menyerukan dan menghalalkan darah orang kafir,
melakukan tindakan intoleran, berteriak lantang membunuh tetapi sambil
memanggil nama Allah. Begitu tidak berharga dan bernilaikah nyawa
manusia? Ibarat mengagungkan Maha Pencipta tetapi dibarengi pemikiran
jahat, bagaimana menurut pemikiran anda sebagai pembaca Seword yang
harusnya memiliki kewarasan dan rasional yang baik? Bagaimana akhlak
umat-umat tersebut yang belajar dari ulama-ulama ternama di Indonesia
yang merupakan panutan?
Agama
manapun yang ada tidak mengajarkan kebencian, tidak mengajarkan
kekerasan, selalu mengajarkan cinta dan belas kasih universal terhadap
sesama makhluk hidup tanpa membeda-bedakan. Dengan belajar agama yang
baik, harusnya kita semakin mengetahui sifat-sifat baik dan mulia
seperti para Nabi sebagai contoh panutan. Dari kitab suci agama manapun
selalu ada dikisahkan hal baik dan buruk agar kita dapat lebih bijaksana
dalam berpikir. Hal baik pasti membawa kebaikan dan kebahagiaan, hal
buruk atau kejahatan pasti akan membawa keburukan dan penderitaan. Amal
ibadah umat yang baik akan diganjar kehidupan di surga kelaknya setelah
meninggal, sedangkan yang berprilaku buruk atau jahat akan dijatuhkan
ke neraka. Ini sudah merupakan hukum alam yang universal, berlaku pada
semua makhluk tanpa terkecuali. Tuhan menciptakan kita berbeda-beda,
bahkan agama juga berbeda, tetapi ajaran kebaikan tetap hanya satu.
Contoh
teranyar mungkin hanya di Indonesia ada ustad yang memberikan ceramah
mengatakan pemimpim muslim walaupun korupsi tetap akan masuk surga.
Sedangkan pemimpim kafir kebaikan apapun yang dilakukan tetap masuk
neraka. Dari mana pemahaman tersebut? Apakah ada diajarkan dalam agama
Islam bahwa korupsi tetap akan masuk surga? Apakah ustad tersebut tidak
bisa mengerti bahwa uang rakyat yang dikorupsi dapat mengakibatkan
kerugian apa bagi rakyat banyak? Jika uang rakyat tersebut digunakan
dengan tepat akan membawa kemashalatan bagi rakyat. Masa sebagai seorang
ustad tidak bisa memikirkan hal demikian? Bagaimana orang akan menilai
kualitas seorang ustad yang merupakan guru dan ahli agama tersebut?
Bahkan ada
ustad di media sosial mengatakan sesalah-salahnya ulama sebenar-benarnya
umat (walau ulama berbuat salah tetapi masih lebih benar dibandingkan
umat). Kalau begitu bagusnya semua umat menjadi ulama saja biar tidak
bisa disalahkan. Makanya sekarang ini banyak muncul ulama-ulama
gadungan, dengan tingkat pemahaman agama yang masih rendah sudah merasa
paling paham ajaran agama dibandingkan sesepuh ulama lain, dengan
tingkat kepintaran yang dangkal sudah merasa lebih pintar dari ulama
cendekiawan, dengan kualitas yang belum teruji sudah bisa-bisanya
mengajarkan dan memberikan penafsiran arti ayat suci kepada umat yang
notabene awam. Inilah yang sangat berbahaya, apalagi umat awam dengan
mudah menerimanya.
Di negara
manapun di dunia tidak dipungkiri tetap ada pemuka agama yang tidak
sepenuhnya fasih mengenai ajaran agama yang dianutnya. Seperti yang
telah disampaikan diatas, pemeluk agama apapun tetap memiliki penganut
yang fanatik negatif tidak ada pengecualian. Hal ini terjadi karena kita
sebagai manusia bukan makhluk yang sempurna. Di negara yang mayoritas
pemeluk suatu agama pasti tetap ada golongan tertentu yang fanatik
negatif seperti halnya di Indonesia dengan mayoritas pemeluk agama Islam
sehingga lebih banyak kejadian yang kita lihat berhubungan dengan agama
Islam.
Tuhan
menciptakan manusia yang sangat beragam, dan juga menciptakan berbagai
macam agama. Pola pemikiran dan pemahaman manusia berbeda-beda, demikian
pula terbentuknya agama yang berbeda. Namun pada intinya semua ajaran agama adalah baik dan untuk mencapai kebahagiaan hakiki
pada pemeluknya masing-masing. Kita masing-masing boleh menyakini dan
percaya dengan kebenaran ajaran agama kita masing-masing tetapi bukan
berarti ajaran agama yang lain tidak lebih baik dari ajaran agama yang
kita yakini. Justru sebagai manusia, makhluk dengan akhlak tertinggi di
dunia kita harus dapat lebih bijaksana menerima keberagaman ini, karena
kita semua merupakan makhluk ciptan Tuhan Yang Maha Esa. Esa sama dengan
satu, itu artinya sangat jelas semuanya berasal dari satu. Tidak elok
rasanya jika karena perbedaaan lantas memusuhi yang berbeda paham dengan
kita, tidak pantas kita menjelek-jelekan umat lain dengan agama yang
dipeluknya karena masing-masing meyakini kebenaran ajaran agamanya,
tidak boleh kita mendiskreditkan umat lain hanya karena perbedaan
mendasar tersebut.
Anda
pemeluk agama Islam boleh meyakini kebenaran sejati ajaran agama anda.
Anda pemeluk agama Kristen Protestan maupun Khatolik boleh meyakini
kebenaran sejati ajaran agama anda. Anda pemeluk agama Hindu boleh
meyakini kebenaran sejati ajaran agama anda. Anda pemeluk agama Buddha
boleh meyakini kebenaran sejati ajaran agama anda. Begitu juga agama
Konghucu. Hendaknya toleransi beragama perlu dijunjung tinggi karena
merupakan hak asasi manusia itu sendiri. Manusia selalu mencari kedamaian hati dalam hidup dengan beragama. Bukan dengan beragama malah sering menimbulkan perselisihan, keributan, kekacauan hingga peperangan.
Perpindahan
keyakinan beragama tentu saja dapat terjadi jika seseorang merasa lebih
cocok dan nyaman serta meyakini ajaran agama yang lainnya daripada
agama yang dianut sebelumnya. Namun demikian bukan berarti ajaran agama
yang ditinggali tidak baik. Orang tersebut hanya belum cocok dan
mendapatkan kenyamanan hati, sering disebutkan bagi umat Islam mualaf
mendapatkan hidayah. Namun jika seseorang yang non muslim berperilaku
baik, bukan berarti orang tersebut belum mendapatkan hidayah sehingga
belum berpindah keyakinan menjadi mualaf. Seperti sering pendukung atau
simpatisan Ahok yang menyayangkan Ahok belum mendapatkan hidayah padahal
segala tindak tanduk Ahok diyakini mencerminkan prilaku seorang muslim.
Pemikiran yang terlalu sempit bukan? Apakah segala sesuatu perbuatan
baik hanya dimiliki oleh orang muslim? Apakah pemeluk agama lain tidak
ada yang memiliki sifat baik? Semua kembali pada diri masing-masing,
kembali kepada seberapa besar kepercayaan diri masing-masing untuk
mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dengan baik. Bukan karena harus
menjadi umat muslim baru kebaikan itu bisa diakui. Sekali lagi perlu
kita ingat, semua agama mengajarkan kebaikan pada umatnya.
Kita
sebagai manusia hendaknya jika meyakini sesuatu harus secara positif.
Keyakinan terhadap agama harus secara fanatik positif bukan negatif.
Saling toleransi, saling menghargai, saling menghormati, saling menjaga,
saling mengasihi. Tidak saling membenci, tidak saling berpikiran
negatif terhadap pemeluk agama lain, tidak saling mengujarkan kebencian
dan hujatan, tidak menyebarkan kebohongan, tidak melakukan tindakan
intoleran, tidak memaksakan kehendak. Jika kesemuanya dapat dipahami
dengan baik, dilakukan dengan baik, niscaya kedamaian dan ketentraman
akan didapat. We all for one, one for all.
Komentar
Posting Komentar