KEDIRI- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan, saat ini terjadi pergeseran pola rekrutmen anggota baru kelompok teroris.
Jika pada awalnya penerimaan anggota baru dilakukan dengan tatap muka yang berarti adanya pertemuan secara fisik, kini berubah dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Kini, rekrutmen anggota dilakukan melalui dunia maya. Pola ini juga melahirkan adanya pengambilan sumpah setia atau baiat secara online.
"Mereka (perekrut teroris) sudah intens mencuci otak melalui media sosial," ujar Suhardi Alius saat menghadiri Harlah Muslimat NU ke-71 di GOR Jayabaya Kota Kediri, Jawa Timur, Minggu (2/4/2017).
Mantan Kabareskrim Polri ini menyebutkan contoh orang yang terjerat paham radikalisme melalui dunia maya. Contohnya yaitu Iv yang ditangkap di Sumatera Utara dan seorang lainnya yang ditangkap di Batam.
Keduanya, menurut Suhardi, terjerat radikalisme setelah intensif mendapatkan doktrin secara online hingga kemudian bersiap melakukan serangan teror.
"Mereka sudah dicuci otaknya," kata Suhardi Alius.
Baiat online dalam kacamata penganut paham radikal, menurut Suhardi, dipakai karena sisi kemudahan dan keamanan gerakan. Apalagi, cara ini memanfaatkan kebebasan penggunaan internet di Indonesia.
"Kalau di China, Google tidak boleh masuk, Facebook tidak boleh masuk. Kalau di kita, kan, tidak bisa seperti itu," ujar Suhardi Alius.
Selama ini, BNPT telah melakukan tindakan berupa kontra-narasi untuk melawan propaganda paham radikal di dunia maya.
Proses deradikalisasi dilakukan dengan memberikan pemahaman secara utuh soal dalil agama, terutama pada dalil yang kerap dipakai oleh kalangan teroris.
Selain itu juga sudah ada kerja sama dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika untuk menanggulangi konten internet yang bermuatan paham radikal.
BNPT saat ini juga menjadi bagian dari Satgas Kominfo yang dibentuk untuk menanggulangi konten muatan radikal.
"Selain itu kita juga punya media sendiri untuk mengkonter propaganda radikal." ujar Suhardi Alius.
Jika pada awalnya penerimaan anggota baru dilakukan dengan tatap muka yang berarti adanya pertemuan secara fisik, kini berubah dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Kini, rekrutmen anggota dilakukan melalui dunia maya. Pola ini juga melahirkan adanya pengambilan sumpah setia atau baiat secara online.
"Mereka (perekrut teroris) sudah intens mencuci otak melalui media sosial," ujar Suhardi Alius saat menghadiri Harlah Muslimat NU ke-71 di GOR Jayabaya Kota Kediri, Jawa Timur, Minggu (2/4/2017).
Mantan Kabareskrim Polri ini menyebutkan contoh orang yang terjerat paham radikalisme melalui dunia maya. Contohnya yaitu Iv yang ditangkap di Sumatera Utara dan seorang lainnya yang ditangkap di Batam.
Keduanya, menurut Suhardi, terjerat radikalisme setelah intensif mendapatkan doktrin secara online hingga kemudian bersiap melakukan serangan teror.
"Mereka sudah dicuci otaknya," kata Suhardi Alius.
Baiat online dalam kacamata penganut paham radikal, menurut Suhardi, dipakai karena sisi kemudahan dan keamanan gerakan. Apalagi, cara ini memanfaatkan kebebasan penggunaan internet di Indonesia.
"Kalau di China, Google tidak boleh masuk, Facebook tidak boleh masuk. Kalau di kita, kan, tidak bisa seperti itu," ujar Suhardi Alius.
Selama ini, BNPT telah melakukan tindakan berupa kontra-narasi untuk melawan propaganda paham radikal di dunia maya.
Proses deradikalisasi dilakukan dengan memberikan pemahaman secara utuh soal dalil agama, terutama pada dalil yang kerap dipakai oleh kalangan teroris.
Selain itu juga sudah ada kerja sama dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika untuk menanggulangi konten internet yang bermuatan paham radikal.
BNPT saat ini juga menjadi bagian dari Satgas Kominfo yang dibentuk untuk menanggulangi konten muatan radikal.
"Selain itu kita juga punya media sendiri untuk mengkonter propaganda radikal." ujar Suhardi Alius.
Komentar
Posting Komentar