Bangsa Indonesia adalah negara
dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia, sehingga menjadi
incaran dan sasaran gerakan politik yang mengatasnamakan Islam, termasuk
kelompok ISIS. Kompleksitas radikalisme di Indonesia yang tidak mudah
diselesaikan karena akan selalu dikaitkan dengan pergolakan dunia lain
terutama Timur Tengah, sehingga pilihan untuk penguatan basis kebangsaan
dan ke Indonesian dengan memberikan pemahaman dan penguatan
nasionalisme merupakan solusi jangka panjang yang harus ditempuh oleh
pemerintah, disamping solusi jangka pendek yaitu dari sisi penegakan
hukum dan ketegasan sikap dari keamanan yang berwenang. Keberadaan
Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sangat mengkhawatirkan di kalangan
dunia internasional, karena dianggap mengganggu perdamaian dunia, oleh
karena itu gerakan anti ISIS banyak bermunculan di berbagai negara,
tidak ketinggalan di Indonesia, gerakan penolakan ISIS pun marak
bermunculan di berbagai kegiatan sebagai upaya menangkal penyebaran
faham tersebut, baik di kalangan ormas mapun perguruan tinggi.
Pemerintah Menolak Tegas
Belakangan
ini telah di hebohkan adanya ISIS yang berusaha mencari dukungan dan
pengaruh di Indonesia. Namun, secara tegas pemerintah RI dan Badan
Nasional Penanggulangan Tindakan Terorisme (BNPT) menyatakan menolak
paham ISIS berkembang di Indonesia karena tidak sesuai dengan ideologi
Pancasila dan Kebhinekaan yang menaungi NKRI, karena apa yang dilakukan
ISIS masuk dalam kategori tindakan terorisme karena dilakukan dengan
cara kekerasan dan menebar teror. Seperti penyeru jihad ala ISIS di
Indonesia tersebut adalah kelompok teroris Santoso asal Poso yang saat
ini menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO). Sikap yang sama juga
ditunjukkan oleh Ormas Islam, tokoh politisi, Intelektual dan masyarakat
menolak terhadap eksitensi ISIS di Indonesia. Berbagai pernyataan
menolak ISIS di Indonesia pun bermunculan, tetapi apakah cukup dengan
memberikan statemen?
Menangkal/Upaya Pencegahan
Saat
ini yang lebih penting adalah bagaimana upaya nyata untuk menangkal
gerakan radikal seperti ISIS itu dirumuskan secara komprehensif dengan
melibatkan seluruh elemen bangsa baik pemerintah dan masyarakat. Karena
selama ini, pelibatan seluruh elemen masyarakat selama ini belum pernah
dilakukan, justru dalam membasmi dan menangkal gerakan radikal terkesan
berjalan sendiri- sendiri. Pemerintah perlu duduk bareng merumuskan hal
tersebut, setidaknya dengan melibatkan masyarakat dan tokoh akan
ditemukan untuk membentengi masyarakat terutama anak-anak agar tidak
terpengaruh visi kelompok ISIS. Tanpa hal tersebut akan sulit menemukan
upaya yang komprehensif dalam menangkal radikalisme. Pencegahan paham
radikalisme dan menangkal bahaya ideologi ISIS tersebut hendaknya tidak
diberikan kepada para elit semata. Tetapi bagaimana lapisan bawah juga
harus gencar dilakukan, sesuai dengan kondisi masyarakat itu sendiri.
Dengan begitu, paham radikal yang menjadi kekhawatiran pemerintah bisa
ditangkal. Kalau pun ada yang mencoba menyusupkan paham-paham tersebut,
tentu akan ditolak karena sudah adanya pemahaman masyarakat.
Pendidikan Bagi Guru Agama
Pentingnya
pendidikan Islam bagi para calon guru agama Islam, karena pendidikan
Islam yang berada di punggung guru bagai pedang bermata dua, di satu
sisi bisa menangkal radikalisme, di sisi yang lain justru bisa
melahirkan radikalisme agama. Jangan sampai pendidikan agama yang salah
bisa menjadikan seseorang menjadi radikal. Karena masih banyak sekolah,
siswa bukannya diperkenalkan dengan ajaran yang penuh cinta, namun
justru dikenalkan dengan ajaran yang keras, agresor, dan pembalas
dendam. Di sinilah peran guru sebagai pendidik menduduki posisi kunci.
Karena di tangan merekalah, anak didik bisa dibentuk cara pandang pada
agama dengan kacamata cinta. Sementara itu, untuk mencegah lahirnya
radikalisme, perlunya merombak total cara pandang terhadap agama Islam
serta mengkritisi kurikulum pendidikan agama yang menurutnya lebih
berorientasi pada hukum (nomos oriented religion) yang kaku dan
eksklusif, bukannya pada cinta (eros oriented religion) yang moderat dan
inklusif. Padahal Islam adalah ajaran yang sangat berorientasi pada
ajaran cinta (eros). Pelajaran agama dan Pancasila harus dilakukan
secara berkesinambungan dalam kurikulum pendidik. Hal tersebut perlu
dilakukan agar revolusi dan mental terintegrasi agar tidak salah paham
dalam praktiknya.
Radikalisasi Pancasila
Pemerintah
harus melakukan radikalisasi Pancasila dan revolusi mental untuk
menangkis masuk dan berkembangnya radikalisme di Indonesia. Salah
satunya adalah gerakan ISIS, yang belakangan diketahui terindikasi
dengan jaringan terorisme. Menurutnya, nilai-nilai Pancasila di era
sekarang hanya sebatas hafalan dan tidak diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Selama ini, implementasi tidak sampai tujuan,
harus melakukan radikalisasi Pancasila dan revolusi mental untuk
menangkis radikalisme. Akibat nilai-nilai Pancasila yang tidak membumi,
gerakan radikalisme juga subur seiring dengan meningkatnya angka
kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Kemiskinan dan pengangguran
menjadi pintu masuk gerakan ISIS ke Indonesia. Karena saat ini, ada
indikasi aktivis ISIS juga terkait dengan jaringan terorisme di
Indonesia. Kalau sampai paham ISIS dan terorisme saling berkaitan, maka
ibarat api dan bensin, akan menyebar ke mana-mana.
Tidak
hanya itu, gerakan ISIS juga berniat meruntuhkan NKRI. Untuk itulah,
dibutuhkan peran Pancasila dan revolusi mental, tokoh agama,
guru/pendidik, elit politik, pemerintah daerah dan masyarakat untuk
mencegah berkembangnya gerakan ISIS di Indonesia. Pemerintah dan
masyarakat harus sepakat jika pemberitaan dan informasi anti-ISIS harus
terus digelorakan untuk mematahkan upaya ISIS mengajak pemuda Indonesia
menjadi bagian darinya. Semoga cara tersebut dinilai efektif untuk
menutup celah-celah masuknya radikalisme yaitu dengan membumikan
nilai-nilai Pancasila dan menjawab problematika sosial. Implementasi
dari nilai-nilai Pancasila akan sangat efektif dalam menangkis gerakan
ISIS dan nilai-nilai tersebut dapat dimasukkan ke kurikulum sekolah.
Semoga cara-cara tersebut akan efektif sebagai metode jangka panjang
untuk menangkal radikalisme. Sementara untuk jangka pendek, dapat
menggunakan pendekatan hukum.
Komentar
Posting Komentar