Langsung ke konten utama

Pengamat: Mendagri Tak Tabrak Aturan Angkat Polri Jadi Pj Gubernur

Pengamat: Mendagri Tak Tabrak Aturan Angkat Polri Jadi Pj Gubernur
Pengusulan dua perwira tinggi Polri Irjen M Iriawan dan Irjen Martuani Sormin, mejadi pejabat (Pj) gubernur menuai pro dan kontra. Namun, menurut pengamat politik dari Universitas Padjajaran Bandung, Muradi, pengusulan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo itu tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah. 

Menurut Muradi, pengangkatan pejabat gubernur harus dilihat dalam perspektif tata kelola pemerintahan. Pj Gubernur bisa diisi oleh elemen lain selain unsur dari Kemendagri.


"Sehingga, menjadi memungkinkan diambil dari unsur di luar Kemendagri, seperti Kejaksaan, Polri, ataupun TNI, dan lain sebagainya. Sebagaimana yang diatur dalam UU nomor 10 tahun 2016, Pasal 101, dan Permendagri nomor 1 tahun 2018, Pasal 4 dan Pasal 5," ucap Muradi dalam keterangannya, Jumat (27/1/2018). 

Pengangkatan dari unsur TNI maupun Polri pernah terjadi pada tahun 2015. Saat itu, perwira TNI maupun Polri ditunjuk oleh Kemendargri untuk menjadi Pj gubernur Aceh dan Sulawesi Barat.


"(Aceh dan Sulawesi Barat) yang saat itu berbasis pada potensi konflik di kedua daerah tersebut, sehingga diharapkan ada koordinasi yang lebih mudah dibandingkan jika dijabat oleh yang bukan dari unsur institusi keamanan," ucap Muradi.

Selain itu, Muradi menilai pengangkatan Polri dan TNI menjadi Pj Gubernur tidak bertentangan dengan prinsip bebas dari politik praktis. Seperti yang dituangkan dalam UU nomor 2 tahun 2002 tentang Polri maupun UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

"Namun, jika dilihat lebih detail, keberadaan untuk mengisi jabatan sebagai pejabat kepala daerah tersebut dimungkinkan karena penekanannya pada pelayanan sebagai kepala daerah," ucap Muradi.


Muradi menilai, ada tiga pertimbangan strategis pemilihan Pj dari unsur Polri. Pertama, pencegahan terhadap konflik di saat pilkada. Kedua, penegasan netral dalam pelaksanaan pilkada, yang mana potensi adanya ketidaknetralan akan mengganggu kualitas pelaksanaan pilkada.

Ketiga, penekanan bahwa Kemendagri ingin memastikan bahwa pelaksanaan pilkada harus menjadi ajang melakukan kontrak baru antara publik dengan para kandidat dengan suasana yang tanpa paksaaan.

"Sejauh ini dalam bacaan Kemendagri, kemungkinan hal tersebut sulit dilakukan jika berasal dari unsur sipil Kemendagri, karena upaya tersebut harus dilakukan dalam perspektif lain. Dan belajar dari pilkada 2015 keberadaan Pj Gubernur di Aceh dan Sulbar relatif berjalan dengan baik, yang mana ketika itu Pj Gubernurnya berasal dari TNI dan Polri," ucap Muradi. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

1.362 MW Pembangkit dari Proyek 35.000 MW Sudah Beroperasi

Program 35.000 Mega Watt (MW) yang dicanangkan oleh pemerintah terus menunjukkan perkembangan. Hingga 1 Februari 2018, tercatat pembangkit listik yang telah beroperasi adalah sebesar 1.362 MW dan yang sedang tahap konstruksi sebesar 17.116 MW. "Peningkatan ini tak lepas dari kontribusi pembangkit listrik PLN maupun Independent Power Producer (IPP)," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/3/2018). Baca juga:  Bagaimana Progres 35.000 MW Jokowi? Ini Penjelasan PLN Sejauh ini, sebesar 896 MW dari total 1.362 MW yang beroperasi dihasilkan dari IPP, sementara 466 MW dibangun oleh PT PLN (Persero). Pembangkit yang beroperasi tersebar di wilayah Sulawesi dengan total 538 MW, disusul Sumatera 455 MW, Maluku dan Papua 135 MW, Kalimantan 126 MW, sedangkan sisanya tersebar di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 108 MW. Lebih lanjut, Agung menambahkan saat ini sebany...

Fenomena Kaum SCBD (Sesapian-Cingkrangan-Bumi Datar)

By Apriadi Rizal Jadi gini, SCBD yang ini bukanlah Sudirman Central Business District yaitu kawasan terkenal dan mewah ditengah jantung ibukota. SCBD disini adalah mereka yang sangat mengharubirukan dunia Indonesia. Mereka adalah kaum yang selalu komen nyinyir kepada pemerintah yang sedang sibuk membangun negeri.  Mereka jugalah yang setiap hari membuat keonaran dengan alasan agama. You know lah! Cikidap, cikidap youw. (Habis goyang dengan lagu hip-hop) Jujur saya sendiri kurang tahu jelasnya mengenai sejarah tentang frase sesapian, cingkrangan, dan kaum bumi datar. Kapan mulai malang melintang didunia permediaan Indonesia. Kalau ada pembaca atau penulis lain yang bisa merangkumnya, akan sangat keren sekali. Karena akan menjadi salah satu bacaan yang sangat berguna bagi sejarah bangsa ini. Kenapa berguna? Pastinya menjadi rujukan kepada siapa saja manusia yang ingin maju. Rujukan untuk apa? Pastinya rujukan u...

TRI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Oleh: H. Agus (Jurnalis/Pemerhati Masalah Sosial Budaya dari Dompu, NTB) ================== Tri kerukunan umat beragama merupakan konsep yang digulirkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat antar umat beragama yang rukun. Istilah lainnya adalah "Tri kerukunan". Kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri atas puluhan etnis, budaya, suku, dan agama. Membutuhkan konsep yang memungkinkan terciptanya masyarakat yang damai dan rukun. Dipungkiri atau tidak, perbedaan sangat beresiko pada kecenderungan konflik. Terutama dipacu oleh pihak-pihak yang menginginkan kekacauan di masyarakat. Perbedaan atau kebhinekaan Nusantara tidaklah diciptakan dalam satu waktu saja. Proses perjalanan manusia di muka bumi Indonesia dengan wilayah yang luas menciptakan keberagaman suku dan etnis manusia. Maka lahir pula sekian puluh kepercayaan dan agama yang berkembang di setiap suku-suku di Indonesia. Kebijakan Pemerintah Pemerintah sendiri telah menyadari resistensi ko...