
Tertangkapnya seorang WNI oleh otoritas Malaysia karena diduga merupakan simpatisan kelompok yang menamakan diri Negara Islam (ISIS) dibenarkan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir kepada wartawan, Kamis kemarin (05/01).
Menurut Arrmanatha, WNI tersebut ditahan karena menyimpan informasi mengenai ISIS di dalam ponselnya, meski penyelidikan masih berlangsung.
WNI tersebut ditangkap polisi Malaysia pada Desember lalu ketika akan ke Singapura dan diduga akan meneruskan perjalanan ke Myanmar.
WNI tersebut, yang identitasnya belum dibuka, rencananya akan dipanggil oleh pengadilan Malaysia untuk kedua kalinya, dan Kementerian Luar Negeri Indonesia memastikan bahwa WNI tersebut sudah mendapatkan perlindungan terkait proses hukum yang menimpanya.
Tertangkapnya WNI ini kemudian memunculkan kekhawatiran akan kemungkinan Myanmar sebagai negara tujuan baru bagi kelompok ekstremis di Indonesia yang akan berjihad ke luar negeri, menurut pengamat terorisme Al Chaidar.
Dalam catatannya, dari berbagai seruan-seruan dari kelompok-kelompok di Indonesia yang terafiliasi dengan ISIS dan tersebar lewat pesan-pesan dalam aplikasi chat Telegram, mereka "akan menjadikan Myanmar sebagai Suriah kedua".
- 'Belum ada' upaya terkoordinir mengatasi WNI yang berangkat ke Suriah
- Sel-sel teroris di Indonesia 'makin sulit dideteksi'
"Sudah ada front jihad yang didirikan oleh Al Qaida di sana, dan mereka (kelompok terafiliasi ISIS) bersaing untuk juga ikut terlibat di Myanmar. Mereka sudah mengontak beberapa orang yang ada di wilayah perbatasan antara Myanmar dengan Bangladesh, untuk memudahkan transfer antara orang-orang Indonesia melalui Malaysia, untuk ke Myanmar," kata Al Chaidar.
Menurut Al Chaidar, kelompok ekstremis yang berada di Myanmar sudah membuat 'baladan aminan' atau semacam daerah basis yang ada di Negara Bagian Rakhine.
Berdasarkan dokumentasi foto dan video yang mereka sebarkan, kata Al Chaidar, ada sekitar belasan orang pejuang asing yang sudah berangkat ke Myanmar.
Namun pakar terorisme dan direktur Institut Analisis Kebijakan Konflik (IPAC ) Sidney Jones meyakini hal berbeda akan posisi Myanmar sebagai tujuan tempat melakukan amaliyah.
"Belum ada bukti apapun bahwa sudah ada pejuang asing di Myanmar, kalau benar bahwa ada orang Indonesia yang mau bergabung ke Myanmar, itu berarti untuk pertama kali. Tapi mungkin juga ada niat tapi belum ada kontak yang sebenarnya," kata Jones.
Dia membenarkan bahwa ada faksi ekstremis dari kelompok Rohingya yang "sudah menjadi lebih militan" lewat video-video yang diunggah ke YouTube dan menunjukkan bahwa mereka "kelihatannya" sudah mendirikan satu sayap militer yang bersifat pemberontak.

"Walaupun kelihatannya (mereka) lebih bersifat seperti GAM di Aceh, yaitu gerakan etnonasionalis, bukan sebagian dari jihad global," tambah Jones.
Meski begitu, menurutnya, ada ekstremis dari Indonesia yang "terus-menerus" mencari jalur untuk bisa membela atau menolong etnik Rohingya, namun sampai sekarang "belum ada" kelompok yang bisa menjadi tempat bergabung bagi ekstremis Indonesia tersebut.
Sidney memprediksi bahwa kemunculan sayap militer tersebut mungkin dianggap menjadi kesempatan adanya mitra lapangan bagi kelompok ekstremis Indonesia tersebut, tetapi "Setahu kami belum ada bukti apapun".
"Asal tidak ada kelompok yang betul-betul terorganisir yang punya kamp-kamp tertentu dengan tanah yang dikuasai oleh kelompok tersebut, sulit sekali ekstremis dari Indonesia atau Malaysia bergabung di Myanmar," katanya.

Dan justru, menurut Sidney, aksi balasan dari para ekstremis yang menyatakan kemarahan terhadap perlakuan dan kekerasan atas etnis Rohingya di Myanmar harus lebih diwaspadai di dalam negeri, seperti rencana aksi pengeboman Kedutaan Besar Myanmar di Jakarta yang diungkap polisi pada November 2016 lalu atau rencana pengeboman terhadap vihara yang diungkap polisi pada Januari 2014 lalu.
Juru bicara Mabes Polri Awi Setiyono lewat pesan pendek sudah membenarkan penahanan WNI tersebut di Malaysia, tapi mengatakan bahwa Kepolisian Indonesia hanya berkoordinasi saja terkait kejadian tersebut melalui Divisi Hubungan Internasional karena kasus ditangani oleh Polisi Diraja Malaysia.
Awi juga tak menjawab apakah polisi mewaspadai kemungkinan Myanmar sebagai negara tujuan baru bagi WNI yang ingin berjihad.
Komentar
Posting Komentar