Langsung ke konten utama

Surat Terbuka Santri NU kepada Ketua MUI

Dengan segala pergolakan yang terjadi saat ini, sejumlah pihak pun mencari pemicu utama dari pergolakan tersebut. Kapolri menjadi salah satu pihak yang menilai bahwa Fatwa MUI tentang Penistaan Agama oleh Ahok memicu pergolakan besar di Indonesia. Namun demikian pernyataan itu justru berbalik menyerang Kapolri. Sejumlah kecaman dan caci maki justru diterima oleh Kapolri dari pihak-pihak "pembela FPI".

Tetapi pernyataan Kapolri itu juga diamini oleh salah satu santri NU, yakni Zuhairi Misrowi. Bahkan ybs menuliska surat terbuka kepada Ketua MUI.

Isi Surat Terbuka Dari Santri NU kepada Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin, yaitu :

Kiai Ma’ruf yang saya hormati,

Izinkanlah saya mencium tangan Kiai, sebagaimana lazimnya seorang santri ngalap berkah dari kiainya. Saya sangat menghormati Kiai sebagai Rois ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sekaligus sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Saya sudah beberapa kali ber-muwajahah dengan Kiai, baik dalam forum NU maupun dialog di media secara live.

Masih segar ingatan saya, Kiai begitu mencintai anak-anak muda NU, layaknya anak sendiri. Dalam beberapa acara NU, Kiai masih mau bercakap-cakap dengan anak muda dan sesekali melepas canda-tawa. Keguyupan ala NU yang selalu dinanti.

Ingin rasanya bisa sowan kepada Kiai dalam waktu dekat. Tapi karena terbatasnya waktu saya, dan barangkali juga waktu Kiai, izinkan saya menulis surat singkat yang berisi tentang kegelisahan sekaligus harapan agar Kiai bisa menjadi imam bagi umat Islam Indonesia. Setidaknya imam bagi kami anak-anak muda NU. Sebab, belakangan ini, terdengar sayup-sayup adanya formulir yang disebarkan kepada umat Islam agar seseorang dibai’at menjadi “Imam Besar”.

Kiai Ma’ruf yang saya hormati,
Ketika Kiai terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum MUI, saya mempunyai harapan besar terhadap organisasi ini. Pasalnya, Kiai berjanji akan menjadikan MUI sebagai gerbong gerakan Islam Moderat di Indonesia.
Dalam bayangan saya, MUI di bawah kepemimpinan Kiai akan mengalami transformasi yang sangat signifikan. Intinya, MUI akan merangkul semua kelompok di dalam Islam, apa pun mazhab dan alirannya. MUI akan berhenti mengeluarkan fatwa sesat, karena sesugguhnya yang berhak menilai seseorang mendapatkan petujuk Tuhan dan sesat hanya Tuhan. Allah SAW berfirman: Dan Allah SWT Mahatahu atas siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan mereka yang mendapatkan petunjuk (QS. Al-Najm: 30).

Lebih dari itu, saya membayangkan MUI di bawah kepemimpinan Kiai akan menjadi teladan bagi tumbuhnya harmoni dan toleransi di tengah-tengah masyarakat. Buah manis dari itu, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan semakin kokoh, diperkuat oleh Pancasila sebagai dasar negara, Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa, dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

Saya masih ingat Kiai membacakan hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Surabaya pada tahun 2006. Kiai menegaskan bahwa Pancasila adalah final sebagai dasar negara, meski tidak ada semifinal. Semua hadirin tertawa riuh.

Bagi kami anak muda NU, Kiai adalah salah satu pengusung pembaruan metodologi forum kajian keagamaan NU yang meletakkan kerangka berfikir metodologis (al-tafkir al-manhaji) dalam penyelesaian masalah-masalah aktual kekinian. Walhasil, kajian-kajian bahtsul masail NU sangat luar biasa, dan menyemarakkan tumbuhnya studi Ushul Fiqh di pesantren-pesantren NU.
Cara berfikir metodologis seperti inilah yang sebenarnya saya harapkan bisa tumbuh di lingkungan MUI, sehingga sikap dan fatwa keagamaan yang dikeluarkan dapat memberikan manfaat bagi solidaritas kebangsaan dan solidaritas kemanusiaan.

Kiai Ma’ruf yang saya hormati,
Dalam dua bulan terakhir, jujur saya mulai agak gelisah perihal komitemen MUI sebagai gerbong Islam Moderat di Tanah Air. Alih-alih menjadi gerbong Islam Moderat, MUI terlihat cenderung mengambil kebijakan dan mengeluarkan fatwa yang sama sekali tidak mencerminkan moderasi Islam.

Salah satu karakter moderasi Islam adalah memastikan visi rahmatan lil ‘alamin, tidak hanya berhenti dalam ucapan dan jargon, melainkan menjadi laku tindakan nyata. Visi rahmatan lil ‘alamin dalam konteks keindonesiaan, semestinya umat Islam betul-betul menjadi pengawal Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. MUI dapat memberikan perlindungan penuh terhadap kalangan non-Muslim dan penganut aliran kepercayaan yang sudah eksis berabad-abad sebelum agama-agama yang diakui negara datang ke negeri ini.

Dalam bayangan saya, Kiai akan mengambil jarak dengan mereka yang selama ini mempunyai ideologi dan pemikiran yang dapat mengancam eksistensi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Harapan saya, Kiai akan menjadikan NU dan Muhammadiyah sebagai rujukan utama umat Islam Indonesia dalam mengambil kebijakan strategis kebangsaan.

Lebih dari itu, Kiai diharapkan oleh kami bisa mengambil jarak dengan politik praktis atau hal-hal yang dapat ditafsirkan bernuansa politis. Bahkan sejatinya Kiai dapat memberikan solusi yang dapat memperkokoh kualitas demokrasi kita dengan memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh elemen bangsa, apa pun agama dan keyakinannya untuk mengabdi kepada negeri.
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Sebab itu, Islam yang kita pahami sebagai kekuatan moral untuk memperkokoh solidaritas kemanusiaan dan solidaritas kebangsaan kita.

Coba Kiai lihat apa yang terjadi sekarang, situasinya sangat tidak kondusif bagi demokrasi yang sebenarnya sudah membaik dan membuahkan hasil. Bahkan taruhannya adalah kebersamaan kita sebagai bangsa sedang dalam ujian serius.
Kiai Ma’ruf yang saya hormati,

Izinkanlah saya menyampaikah dua hal yang terus mengganjal nurani saya untuk mempertanyakan komitmen MUI dalam mengusung Islam Moderat di Tanah Air. Meminjam ungkapan KH Mustofa Bisri, MUI makin tidak jelas. Saya pun mempunyai pandangan yang sama.

Pertama, soal sikap MUI terhadap kasus dugaan penodaan agama terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Menurut saya, MUI tidak hati-hati dan terlihat tergesa-gesa mengeluarkan sikap keagamaan. Padahal dalam kasus yang sangat sensitif, semestinya MUI dapat mempertimbangkan “mudarat” dan “maslahat”, khususnya bagi demokrasi dan keutuhan bangsa ini.
Ada beberapa keanehan yang mengusik pikiran dan nurani saya sampai saat ini. Kenapa MUI mengeluarkan sikap keagamaan tanpa menggunakan medium klarifikasi (tabayyun). Poin ini saat penting untuk dikemukakan, apalagi jika melihat persidangan sementara kasus Ahok ini.

MUI sebenarnya bisa mengambil langkah luar biasa sebagai konsekuensi dari pilar Islam Moderat. Demi menjaga momen demokrasi dan keutuhan bangsa, sebenarkan solusi terbaik adalah menerima maaf Ahok dan meminta Ahok agar tidak mengulangi lagi berkata-kata yang dapat menyinggung perasaan umat Islam.

Saya pribadi tegas menyatakan bahwa Ahok tidak menodai agama Islam. Dalam ucapannya Ahok justru mengingatkan kita agar berpolitik secara bermartabat, jangan sampai agama dijadikan alat kampanye. Saya berpandangan, ayat al-Maidah 51 bukanlah ayat tentang kepemimpinan. Ayat tersebut turun dalam konteks perang, bukan konteks damai. Sementara kita saat ini hidup dalam situasi damai, bukan suasana perang.

Maka dari itu, jika MUI mengambil langkah untuk memaafkan Ahok dan meminta Ahok agar tidak mengulangi dan berhati-hati, Kiai akan dikenang sebagai “Imam Besar” yang menyelamatkan negeri ini dari jurang perpecahan dan kehancuran. Lihat apa yang terjadi sekarang?
Konsekuensi dari sikap keagamaan MUI dalam kasus Ahok, lalu muncul Gerangan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI. Gerakan ini bernaung di bawah sikap keagamaan MUI yang ditegaskan posisinya lebih tinggi dari fatwa. Mereka membuat aksi dan forum keagamaan di berbagai kota. Bukankah Ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka dan kasusnya sedang dalam persidangan?

Saya agak lega akhirnya Kiai menegaskan bahwa GNPF tidak ada kaitannya dengan MUI. Tapi, tolong Kiai juga dapat mengambil tindakan tegas terhadap pengurus MUI yang aktif di GNPF. Semestinya mereka diberi peringatan agar memilih antara GNPF atau MUI. Begitu pula para pengurus yang mengeluarkan komentar-komentar keras dan kasar, yang dapat mencoreng citra MUI.

Saya sekali lagi meminjam pendapat Gus Mus bahwa aneh rasanya ada kelompok atau gerakan yang ingin mengawal fatwa. Sejak kapan fatwa harus dikawal? Kenapa harus dikawal?

Kedua, fatwa MUI soal atribut keagamaan non-Muslim. Saya membaca argumen dan nalar yang digunakan oleh MUI tidak kokoh, baik secara teologis maupun sosiologis. Secara teologis, argumen MUI lebih dekat pada nalar Wahabisme yang kerap menggunakan ayat-ayat keras terhadap non-Muslim. Padahal di dalam al-Qur’an juga terdapat ayat-ayat yang toleran, bahkan memuji kalangan non-Muslim.

Secara sosiologis, Islam hadir sebagai agama samawi yang paling akhir. Artinya, Islam tumbuh dan berkembang dalam tradisi Kristen dan Yahudi. Sebab itu, kalau kita lihat sejarah Islam banyak perjumpaan antara agama-agama samawi ini, sehingga terjadi akulturasi.
Begitu halnya akulturasi Hindu dan Budha dengan tradisi Islam di Tanah Air. Setiap agama hadir di tengah keragaman agama-agama, dan karenanya akulturasi merupakan hal yang tak bisa dielakkan. Akulturasi adalah bukti bahwa setiap penganut agama pastinya akan menghormati penganut agama yang lain. Ini yang disebut Bung Karno dengan ketuhanan yang berkebudayaan dan berkeadaban.

Kiai Ma’ruf yang saya hormati,
Itulah unek-unek saya terhadap MUI di bawah kepemimpinan Kiai. Saya berharap sekali MUI dijauhkan dari tarikan politik dan kepentingan perebutan kekuasaan. Lebih dari itu, MUI dapat menjadi gerbong bagi moderasi Islam di Tanah Air.

Satu lagi, MUI tidak lagi mengeluarkan fatwa sesat-menyesatkan. Sebab salah satu ukuran moderasi Islam, yaitu tidak mengeluarkan fatwa sesat-menyesatkan. MUI mesti betul-betul menjadi lembaga yang mengusung kearifan (al-hikmah), menyampaikan nasihat yang elegan (maw’idhah hasanah), dan membudayaka debat yang konstruktif (mujadalah bil lati hiya ahsan).

Zuhairi Misrowi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KH Said Aqil Siroj dan 14 Organisasi Islam Melarang Ikut Aksi 313 dan Tamasya Al-Maidah

KH Said Aqil Siroj menegaskan 14 Organisasi Islam yang tergabung dalam LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) melarang anggotanya ikut Aksi 313 di Istiqlal pada hari Jumat 31 Maret 2017. Alasan utama adalah NU sebagai Garda Terdepan Indonesia memandang aksi 313 sarat dengan kepentingan politik semata, hal ini berbahaya bagi Ukhuwah Wathoniyah (Kerukunan Berbangsa), bukan semata Aksi yang urgent dan penting untuk dilakukan. Secara tegas KH Said mengatakan bahwa urusan Pilkada ini tidak perlu bawa-bawa Agama, karena rentetan akan sangat panjang dan rawan ditunggangi kepentingan yang merugikan bagi Kebangsaan. “Jika Aksi ini membawa Allah berkampanye, apa yang akan terjadi jika ternyata yang mengatasnamakan Allah tadi kalah? Atau menang tapi akhirnya tidak amanah?” Hal ini akan sangat berbahaya jika dibiarkan, oleh sebab itu secara tegas NU dan 13 Organisasi yang tergabung dalam LPOI secara tegas menolak Aksi 313. Selain menolak Aksi 313, Kiai Said juga menolak s...

Fenomena Kaum SCBD (Sesapian-Cingkrangan-Bumi Datar)

By Apriadi Rizal Jadi gini, SCBD yang ini bukanlah Sudirman Central Business District yaitu kawasan terkenal dan mewah ditengah jantung ibukota. SCBD disini adalah mereka yang sangat mengharubirukan dunia Indonesia. Mereka adalah kaum yang selalu komen nyinyir kepada pemerintah yang sedang sibuk membangun negeri.  Mereka jugalah yang setiap hari membuat keonaran dengan alasan agama. You know lah! Cikidap, cikidap youw. (Habis goyang dengan lagu hip-hop) Jujur saya sendiri kurang tahu jelasnya mengenai sejarah tentang frase sesapian, cingkrangan, dan kaum bumi datar. Kapan mulai malang melintang didunia permediaan Indonesia. Kalau ada pembaca atau penulis lain yang bisa merangkumnya, akan sangat keren sekali. Karena akan menjadi salah satu bacaan yang sangat berguna bagi sejarah bangsa ini. Kenapa berguna? Pastinya menjadi rujukan kepada siapa saja manusia yang ingin maju. Rujukan untuk apa? Pastinya rujukan u...

TREN TERBARU KAUM INTOLERAN, HOAX MENJADI SARANA DAKWAH

Sungguh sekarang ini benar salah sulit dibedakan. Berita aktual dan hoax campur aduk menjadi satu. Yang terbaru adalah kasus orang yang katanya pendukung Ahok yang dikeroyok 10 orang anggota FPI. Katanya orang ini adalah kader PDIP. Ahok sendiri kemudian menjenguk orang tersebut di rumah sakit. Tapi ada juga berita yang mengatakan bahwa orang tersebut adalah seorang tukang ojek dan muslim yang taat. Tapi Novel bukan habib pencipta Fitsa Hats malah mengatakan bahwa itu hanyalah perkelahian satu lawan satu saja bukan pengeroyokan. Saat terbukti ada saksi mata kemudian FPI ngeles dan membantah bahwa pemukulan itu dilakukan oleh oknum yang bukan anggotanya. Anehnya, kemudian beredar foto si korban yang ternyata justru mendukung FPI dan anti Ahok. Dia upload foto sedang membawa pedang untuk mendukung Bibib dan melawan Ahok. Edannya lagi kemudian beredar foto tentang anggota FPI yang berdarah-darah yang katanya adalah orang yang terlibat dalam perkelahian itu. Tapi tern...