Oleh : Farhan Pradiptya
===================
Dengan suksesnya aksi 212 yang dihelat di Jakarta ternyata
memberikan efek yang begitu besar pada tatanan masyarakat. Dunia seakan
dikejutkan dengan begitu besarnya kekuatan yang muncul saat Negara yang
mayoritas islam ini, umatnya bersatu untuk satu tujuan yaitu membela kitab suci
umat islam, Al-Qur’an. Walaupun sempat dialihkan dengan adanya upaya makar oleh
segelitir orang, tetapi aksi ini kemudian berjalan dengan cukup baik.
Tokoh yang kemudian mendapatkan peran penting disini adalah Habib
Rizieq, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) yang seringkali membuat aksi
kontrofersial melalui pendekatan kekerasan dalam menyampaikan maksudnya. Banyak
orang melihat negative jalan yang ditempuh oleh FPI dalam berdakwah dimana
seringkali aksi anarkis dijadikan sebagai pendekatannya.
Banyak cibiran muncul dipermukaan saat islam yang lebih moderat
kemudian memandang bahwa anarkisme bukanlah ajaran Islam. FPI tidak disegani
oleh masyarakat yang tidak sependapat dengan jalan kekerasan yang ditempuhnya.
Tetapi yang unik, setelah aksi 411 yang merupakan aksi sebelum 212,
media sosial digemparkan dengan begitu banyak foto dan ulasan yang membahas
tentang betapa FPI telah begitu gagah melindungi pihak kepolisian dan bukanlah
dalang dari kekacauan yang membuat ditutupnya aksi 411 dalam keadaan ricuh.
Masyarakat Indonesia yang mudah labil pun mulai banyak bersimpati dengan betapa
heroiknya FPI dalam aksi tersebut.
Seolah semakin mendapatkan panggung, aksi 212 yang masih FPI dan pemimpinnya
sebagai tokoh utama berjalan dengan sangat baik dan disebut-sebut sebagai aksi
paling damai dengan jumlah masa yang paling besar. Apa yang kemudian bisa
terjadi? sangat mudah diprediksi, FPI mendapatkan sorotan dan simpati yang luar
biasa. Mendapatkan semua atensi ini menjadikan FPI semakin menjadi-jadi. FPI
seolah merasa menjadi pasukan khusus Islam yang mulia dan memiliki kekuatan
untuk bertindak bahkan diluar kendali hukum. Sebagai salah satu contohnya aksi
sweeping yang dilakukan FPI dipusat perbelanjaan atas turunnya fatwa MUI yang
melarang adanya paksaan untuk umat Islam menggunakan atribut natal.
Satu hal yang pasti dan cukup membuat geram Menteri Koordinator Politik Hukum dan
Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto adalah sweeping hanya bisa dilakukan oleh
aparat keamanan, karena merekalah pihak yang berwenang. Upaya paksa dari suatu
ormas kepada masyarakat itu tidak dibenarkan dan melanggar hukum. Dan dilain
sisi yang perlu juga dipahami dan disampaikan langsung oleh Tito Karnavian
bahwa fatwa MUI adalah tidak mengikat dan bukanlah hukum positif atau hukum
yang berlaku saat ini di suatu negara. Ini sudah diluar batas, saat FPI merasa mendapatkan perannya maka
yang terjadi selalu diluar kendali bahkan diluar kaidah hukum.
Selain
menguatnya dukungan atas anarkisme FPI, dilain sisi aksi ini kemudian
menginspirasi banyak orang untuk kembali mengkaji Islam. Islam moderat yang
menjadi corong islam di tanah air seperti NU dan Muhammadiyah menjadi kurang
diminati karena tidak memiliki sikap. Dalam kondisi ini, pergerakan yang menjadikan
politik sebagai dasar pergerakannya mampu mencuri perhatian. Sebagai analogi,
masyarakat yang menderita dan mulai jengah dengan politik yang telah dianggap
kotor dan tanpa harapan perbaikan itu dibangunkan dengan janji hidup yang lebih
baik melalui jalan yang sudah dikenal dengan baik yaitu jalan islam. Manusia Islam
mana yang kemudian tidak tertarik dengan semangat perubahan dan teriakan gema
pembebasan?.
Dikemas
dengan begitu cerdik, kritis, data dan pembenaran surat serta hadist, gerakan
ini membangkitkan mereka yang telah kehilangan harapan dan berubah menjadi
kritikus karbitan.
Setuju dengan Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Anas Saidi
yang menyebutkan bahwa aksi bela Islam menunjukkan fenomena menguatnya kelompok
masyarakat yang memahami agama hanya berdasarkan teks. Bahkan dia khawatir,
proses Islamisasi yang selama ini tekstualis akan menyuramkan masa depan
Indonesia. Kebencian dan fitnah dipertontonkan di ruang publik.
Lebih jauh lagi,
Ketua Program Studi Falsafah dan Agama Universitas Paramadina Fuad Mahbub Siraj
mengatakan, problem paling mendasar berkembangnya kelompok radikal adalah
pengetahuan atau tradisi intelektual yang semakin berkurang dalam masyarakat.
Lemahnya pengetahuan membuat masyarakat awam mudah terpengaruh aliran radikal.
Apakah salah
dengan upaya untuk mendirikan Negara Islam?
Penulis bukan
seseorang yang berkapable untuk menghukumi hal tersebut tetapi yang
penulis tahu berkaca pada apa yang terjadi di Negara Timur Tengah yang hampir
semuanya Islam, radikal, dan menginginkan Negara Islam yang mereka dapat bukan
berdirinya sebuah Negara Islam tetapi kehancuran, kematian setiap hari,
perpecahan dan status Negara Gagal melabelinya.
Pertanyaannya
adalah apakah kita, manusia Indonesia yang majemuk ini yang berbeda dan hidup
damai selama ini siap dengan kondisi tersebut?
Apakah kondisi
tersebut ideal untuk kita?
Dan apakah hal
itu yang menjadi impian kita masyarakat Indonesia?
Apakah rakyat
kita memiliki persepsi yang sama dalam memandang islam dan setuju dengan adanya
Negara islam?
Ataukah itu hanya
angan-angan dan dongeng dari masa lalu?
Apakah kondisinya
sama dengan sekarang?.
Apakah kita sudah
selesei dengan mengislamkan diri kita sendiri, menjadikan semua perilaku kita Islam
yang benar sehingga kemudian kita layak untuk saling membenci?
Islam yang mana
yang sedang dibicarakan?.
Sejumlah
pertanyaan diatas ini yang kebanyakan umat Islam Islam sendiri mempertanyakan,
dan penulis sangat yakin ada puluhan, ratusan bahkan ribuan pertanyaan
menyikapi situasi ini. Situasi ini pun semakin menegaskan bahwa Kita belum
bersatu. Kita sedang kritis, bahkan Kita tidak mengenal agama Kita sendiri,
lalu dengan pongah cenderung bodoh memperjuangkan yang salah.
Jangan berikan kekacauan dukungan kita. Jangan umpankan diri kita kedalam kehancuran. Tidak pada FPI tidak pula pada Islam Radikal lainnya. Sebelum berbuat bodoh, kaji kembali ajaran Islam yang sesungguhnya apakah Nabi Muhammad mengajarkan kebencian, kekerasan, cemooh, dan perang sebagai jalan dakwah Islam? Sekali lagi saya bertanya, Islam yang mana yang sedang kalian perjuangkan? Semoga kita selalu dalam lingkaran Islam yang benar
Komentar
Posting Komentar