Langsung ke konten utama

NU dan Muhammadiyah terdesak Islam Transnasional



Oleh : Ging Ginanjar Wartawan BBC Indonesia

Dua organisasi Islam terbesar Indonesia, NU dan Muhammadiyah tak lagi tampak sebagai pemain utama dan malah cenderung "terdesak" oleh berbagai organisasi lain dalam percaturan dan pertarungan wacana keislaman, kata pengamat.

Akhmad Sahal, intelektual Islam kader Nahdlatul Ulama yang sedang menyelesaikan program doktoralnya di Amerika Serikat mengatakan, "memang benar, dalam soal wacana, bukan saja di media sosial namun dalam berbagai perbincangan keseharian, NU dan Muhammadiyah kurang sigap, kurang agresif, kurang proaktif dalam bersuara."

Menurut Akhmad Sahal, suara NU dan Muhammadiyah sering terasa kurang terdengar gaungnya dibanding organisasi berhaluan radikal seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).

Bahkan dalam berbagai persoalan, NU dan Muhammadiyah juga "kalah" suaranya dibanding Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sebagian anggotanya berasal dari NU dan Muhammadiyah, namun dalam kebijakan - fatwa, sikap, dll- sering berbeda. Seperti misalnya dalam kontroversi sikap MUI tentang BPJS baru-baru ini, atau sikap MUI tentang Syiah.

Dua agenda

Padahal NU dan Muhammadiyah mengusung agenda besar yang sangat penting dan akan amat berarti bagi dunia Islam, yakni NU dengan Islam Nusantara, dan Muhammadiyah dengan Islam Berkemajuan.

Dua agenda besar itu, khususnya agenda Islam Nusantara yang diamalkan dan dikampanyekan NU, mendapat tentangan keras dari berbagai organisasi Islam berhaluan radikal.

"Ini harus menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Bahwa NU dan Muhammadiyah harus menunjukkan bahwa mereka adalah dua organisasi terbesar, bukan hanya dalam klaim dan (jumlah anggota), namun juga buktinya dalam sikap dan pertarungan dan percaturan wacana. Itu kalau mereka serius dengan agenda Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan," tegas Sahal pula.

Di sisi lain, kedua organisasi memang tidak selalu tampak sejalan --NU didirikan tahun 1926 sebagai reaksi atas didirikannya Muhammadiyah (1912) yang dinilai mengancam tradisi-tradisi keislaman di Jawa waktu itu, karena dianggap bid'ah.

NU ditaksir beranggotakan lebih dari 30-an juta orang, kebanyakan di Pulau Jawa, merupakan organisasi massa Islam terbesar. Sementara Muhammadyah, ditaksir anggotanya hampir mencapai 30 juta orang, lebih tersebar di berbagai wilayah.

Kedua organisasi itu pernah sangat berpengaruh dalam berbagai kebijakan. Namun sejak gelombang Reformasi 1998 yang ditandai jatuhnya Soeharto, berbagai kelompok radikal mendapat pula peluang untuk mengorganisasikan diri, menyuarakan gagasan-gagasan radikal, bahkan melakukan tindakan kekerasan dengan dalih agama.

Jumlah anggota mereka jauh lebih kecil, namun mereka sangat lantang dan sering turun ke jalan.

Majelis Ulama Indonesia pun memperkuat posisinya sehingga, menurut seorang tokoh muda Islam, Syafiq Hasyim, dalam sebuah wawancara dengan BBC, mereka cenderung berupaya mendikte negara dan kebijakannya.

Betapapun, NU dan Muhammadiyah tetap merupakan organisasi yang penting, kata Ahmad Najib Burhani, peneliti LIPI yang juga kader Muhammadiyah.

Menurutnya, tanpa Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, Indonesia bisa jadi jatuh dalam ekstremisme seperti negeri-negeri Timur Tengah.

"Kita bandingkan dengan misalnya Tunisia, Mesir dan sebagainya, mereka hanya memiliki masyarakat politik yang berafiliasi dengan Islam," papar Najib Burhani.

Peran sentral

"Ketika terjadi Musim Semi Arab (gelombang demokrasi yang meruntuhkan sejumlah diktator), mudah sekali kelompok-kelompok itu bertempir satu sama lain."

Berbeda dengan di Indonesia, tambah Najib pula. Karena NU dan Muhammadiyah "memiliki kekuatan penyeimbangan. Bahkan lebih dari itu, NU dan Muhammadiyah bagai dua sayap yang bukan saja memberi keseimbangan tapi juga memberi kontribusi di berbagai keseharian umat.

Masalahnya sekarang, kata Najib Burhani, hingga saat ini umat Islam Indonesia "belum memiliki daya saing, bukan saja dibanding umat lain tapi juga dibanding umat Islam di Malaysia, di Pakistan, di Timur Tengah. Sehingga kadang kala umat Islam memiliki inferiority complex terhadap umat lain. Kita tak memiliki peran sentral di dunia Islam."

Lalu apa yang perlu dilakukan dalam kegiatan global sehingga kita tidak selalu dalam posisi rendah, itulah tantangan umat Islam Indonesia, tambah Najib Burhani.

Itulah pula tantangan yang diharapkan diikhtiarkan jawabannya dari muktamar dua organisasi Islam Indonesia terbesar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Di sisi lain, Akhmad Sahal menganggap, NU dan Muhammadiyah akan selalu relevan jika mampu menjadi alternatif wajah Islam terhadap kecenderungan radikalisme Islam transnasional penuh kekerasan yang secara vulgar diwakili ISIS, AL Qaeda, dan kelompok-kelompok sejenisnya.

Sahal maupun Najib tak menampik, bahwa di sisi lain, umat Islam Indonesia pun mulai menunjukkan gejala intoleransi, sebagaimana belakangan diperlihatkan oleh kekerasan terhadap Syiah dan Ahmadiyah, dan dalam berbagai konflik menyangkut pembangunan gereja.

Di situlah justru, peran Muhammadyah dan NU sangat diperlukan untuk mengajak umat untuk kembali pada tradisi Islam selama ini, yang moderat dan toleran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

1.362 MW Pembangkit dari Proyek 35.000 MW Sudah Beroperasi

Program 35.000 Mega Watt (MW) yang dicanangkan oleh pemerintah terus menunjukkan perkembangan. Hingga 1 Februari 2018, tercatat pembangkit listik yang telah beroperasi adalah sebesar 1.362 MW dan yang sedang tahap konstruksi sebesar 17.116 MW. "Peningkatan ini tak lepas dari kontribusi pembangkit listrik PLN maupun Independent Power Producer (IPP)," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/3/2018). Baca juga:  Bagaimana Progres 35.000 MW Jokowi? Ini Penjelasan PLN Sejauh ini, sebesar 896 MW dari total 1.362 MW yang beroperasi dihasilkan dari IPP, sementara 466 MW dibangun oleh PT PLN (Persero). Pembangkit yang beroperasi tersebar di wilayah Sulawesi dengan total 538 MW, disusul Sumatera 455 MW, Maluku dan Papua 135 MW, Kalimantan 126 MW, sedangkan sisanya tersebar di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 108 MW. Lebih lanjut, Agung menambahkan saat ini sebany...

TRI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Oleh: H. Agus (Jurnalis/Pemerhati Masalah Sosial Budaya dari Dompu, NTB) ================== Tri kerukunan umat beragama merupakan konsep yang digulirkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat antar umat beragama yang rukun. Istilah lainnya adalah "Tri kerukunan". Kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri atas puluhan etnis, budaya, suku, dan agama. Membutuhkan konsep yang memungkinkan terciptanya masyarakat yang damai dan rukun. Dipungkiri atau tidak, perbedaan sangat beresiko pada kecenderungan konflik. Terutama dipacu oleh pihak-pihak yang menginginkan kekacauan di masyarakat. Perbedaan atau kebhinekaan Nusantara tidaklah diciptakan dalam satu waktu saja. Proses perjalanan manusia di muka bumi Indonesia dengan wilayah yang luas menciptakan keberagaman suku dan etnis manusia. Maka lahir pula sekian puluh kepercayaan dan agama yang berkembang di setiap suku-suku di Indonesia. Kebijakan Pemerintah Pemerintah sendiri telah menyadari resistensi ko...

Heboh Lagi, Anonymous Sebarkan Rekaman Percakapan Firza Husein dan Rizieq Shihab. Simak Transkripnya!

Jakarta -  Sebuah situs kembali menghebohkan jagat pengguna medsos. Kali ini situs Gerilyapolitik.com  membeberkan sebuah transkrip dan rekaman... Gerilyawan menerima video-video terkait perselingkuhan Rizieq Shihab Imam Besar FPI dan Firza Husein, Ketua Yayasan Solidaritas Sahabat Cendana (YSSC). Gerilyawan mengirimkan wawancara dengan Anonymous terkait hal ini Gerpol: Halooo Anonymous: wa’alaikum salam Gerpol: ha-ha-ha Anonymous juga religius? Anonymous: 😊 saya muslim tapi bukan FPI. Saya benci kemunafikan, Patrialis Akbar tinggal nunggu waktu Gerpol: maksudnya, video PA ada? Anonymous: adaa…. Gerpol: Ok nanti saja, terkait video2 Rizieq, mengapa anda membongkarnya? Anonymous: saya benci kemunafikan, apalagi pake daster agama, Rizieq sdah terlewat batas, saat Rizieq serang Ahok, saya tahan diri, masa bodoooo ini politik. Politik taek! Tapi saat Rizieq mau jadi Imam Besar Umat Islam Indonesia, kirim baiat kemana2, ini sudah keterlauan, cukup sudah dia menipu...