Masih ingat kan sidang pengadilan ke -8 kasus Ahok tanggal
31 Januari yang lalu.Waktu itu banyak ummat Islam khususnya warga NU yang
panas,emosinya naik dan darahnya mendidih melihat cara dan perilaku Ahok
memperlakukan saksi KH Ma'ruf Amin,Ketua Umum MUI Pusat yang juga Rois Am
Pengurus Besar NU.
Menyaksikan perlakuan Ahok itu warga Nahdliyin protes dan
pernyataan mengutuk perbuatan Ahok itu muncul sampai ketingkat wilayah,cabang
,majelis wakil cabang sampai ke tingkat ranting. GP Ansor organisasi pemudanya
NU segera mengumumkan Siaga Satu. Yang menyaksikan saja melalui televisi atau
baca di media sudah panas konon lagi KH Ma'ruf Amin yang dituding dan diancam
oleh Ahok untuk diadukan.
Rasanya dalam gambaran kita pastilah Rois Am PB NU itu yang
paling tersinggung. Walaupun terlihat Ulama sepuh itu tenang, tidak gelisah
namun berdasarkan pikiran kita ia pasti marah.Pada usianya yang 74 tahun
sungguh ia akan marah dan ada marah yang tertahan dalam dadanya. Itulah
gambaran kita pada 31 Januari sore sampai malam.
Perkiraan kita untuk mencegah marahnyalah Luhut Binsar
Panjaitan Menko Maritim,Kapolda Metro dan Pangdam datang menyambangi rumahnya. Warga
NU menunggu apa yang akan dititahkannya sebagai bentuk kekesalan dan
pelampiasan kemarahannya. Namun sore hingga fajar besoknya tidak ada juga kata
yang dititahkannya.
Dalam pikiran kita kenapa dia tidak marah dan kenapa tidak
mengucapkan kata untuk pegangan dan dasar ummat untuk bergerak.
Sebagaimana yang dimaklumi NU punya tradisi sangat patuh dan
manut kepada ulamanya. Berkunjunglah ke pesantren pesantren serta lihat dan
perhatikanlah bagaimana takzimnya para santri menyalam sembari mencium tangan
kiainya. Perhatikanlah betapa banyaknya masyarakat yang rela jauh berjalan kaki
meninggalkan rumahnya hanya untuk menjumpai kiainya karena dengan sebuah tujuan
untuk memperoleh berkah. Dan kini kiai itu telah diperlakukan tidak wajar oleh
Ahok, ummat menunggu agar keluar amarah Ma' ruf Amin dan dengan amarahnya itu
lah ummat akan melakukan tindakan sehingga amarah kiai itu terbalaskan.
Tetapi rupanya ada yang dilupakan ummat.Ma' ruf Amin
bukanlah seperti kita karena ia adalah cucu ulama besar Syaikh Muhammad Nawawi
al- Jawi al Bantani seorang ulama besar yang punya wibawa dan pengaruh di tanah
suci Mekkah bahkan di mancanegara dan juga menjadi Imam Besar di Masjidil Haram
Makkah. Ulama Besar ini lahir di Tanara Serang ,1230 H bersamaan dengan 1813 M.Ia
adalah seorang intelektual yang sangat produktif menulis kitab dan jumlah
karyanya mencapai 115 buah kitab.
Dengan garis keturunan atau trah ulama yang demikianlah
Ma'ruf Amin mampu mengendalikan marahnya dan kemudian amarahnya jadi luluh
ketika keesokan harinya Ahok yang telah memperlakukannya dengan tidak wajar
tersebut menyampaikan permohonan maafnya dan cucu ulama besar itu pun memaafkan
Ahok. Ketika ada yang bertanya apakah ia marah dengan perlakuan yang
diterimanya lalu dijawabnya dengan ungkapan, kalau orang marah kepada kita dan
kita tidak marah itu namanya keledai tapi kalau orang minta maaf kepada kita
dan tidak kita maafkan itu namanya setan.
Dengan memaafkan Ahok maka ummat khususnya warga NU menjadi
tenang. Dalam suasana batin yang penuh kemaafan itulah maka dikeluarkan
instruksi agar warga NU tidak mengikuti Aksi 112.
Disisi lain Ma'ruf Amin juga menyadari dirinya adalah Rois
Am Pengurus Besar NU yang dalam doktrinnya mengenal prinsip tasamuh atau
toleransi. Organisasi massa terbesar di Indonesia ini menyadari sepenuhnya
keragaman yang membentuk bangsa ini dan karenanya dialog antar sesama komponen
bangsa harus terpelihara dengan baik dan harus dicegah munculnya sikap
sektarian yang pada akhirnya menumbuhkan sekat sekat pemisah diantara sesama anak
bangsa.
Ulama sepuh itu juga sangat paham dalam perjuangannya NU
mengedepankan sikap tawassuth atau moderat dan menjauhkan cara cara yang
radikal dalam mencapai tujuannya. Moderasi NU mengajarkan akan ada selalu
perbedaan dalam kiat atau metode dalam tindakan operasional untuk
memberhasilkan tujuan yang akan dicapai tetapi setiap gerak operasional tidak
boleh mengambil tindakan yang kemudian menghasilkan percikan api yang kemudian
bisa membakar apa yang ada disekelilingnya.
Ma'ruf Amin juga memahami betapa bangsa ini membutuhkan NU
untuk tetap mengawal keutuhan NKRI sebagaimana yang dipertegas kembali oleh
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian ketika mengunjungi pesantren miliknya, An
Nawawi Tanara tanggal 8 Pebruari yang lalu. Perpaduan antara subjektifitas yang
melekat pada dirinya dan objektifitas untuk mempertahankan dan menjaga keutuhan
NKRI tersebutlah maka Ma'ruf Amin yang pernah tersakiti itu menerbitkan
perintah kepada warga NU untuk tidak mengikuti Aksi 112 yang kesemuanya
bermuara untuk keutuhan Indonesia yang kita banggakan
Salam Persatuan!
Komentar
Posting Komentar