Lebaran kali
ini cukup angker bagi kepolisian. Tercatat dalam satu minggu terakhir
terdapat 3 aksi teror kepada polisi dimana salah satunya ada anggota
polisi yang tewas.
Teror pertama
terjadi di Mapolda Sumatera Utara tepat di Hari Raya Idul Fitri pada 25
Juni 2017. Satu prajurit, Aiptu Martua Sigalingging, gugur ditikam
pelaku yang berjumlah dua orang. Tak hanya menikam, usai tahu Aiptu
Martua sudah tak bernyawa, mereka membakar Pos Polisi beserta Aiptu
Martua di dalamnya.
“Luka tusukan
di tubuhnya di dada di leher di lengan bertubi-tubi. Dan leher dalam
kondisi tergorok. Jadi bukan hanya tusukan saja, tapi memang leher dalam
kondisi tergorok, ada luka melintang dari kiri ke kanan atau
sebaliknya,” ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto
Para pelaku
teror ini sungguh tidak pantas berada di Indonesia. Islam Indonesia itu
Islam yang damai dan tidak mengenal perperangan. Kalau ingin mencari
masalah silahkan pergi ke wilayah Timur Tengah saja. Orang Indonesia itu
cinta damai.
Polisi Diteror, Masyarakat Tetap Mendukung Kepolisian
Belum
berselang lama terjadi lagi aksi teror kedua. Pada hari senin (26/6)
secarik kertas diterima Satuan Lantas Polres Serang, Banten. Tulisan
dalam kertas tersebut ‘Siapkan dirimu polisi thogut, kami akan datang
setelah Marawi, Filipina, selanjutnya adalah Indonesia’.
Kalimat
lainnya yakni ‘Kami berbaiat pada Abu Bakar Al-Baghdadi, bukan Jokowi.
Kami bukan anti NKRI, tapi kami jijik dengan berhala yang disebut
demokrasi’. Selain kalimat pernyataan, terdapat juga daftar beberapa
tempat yang ditulis sebagai target teror.
Kalau dilihat
dari isinya maka pelaku teror yang satu ini merupaka simpatisan ISIS
dari Filipina. Aksi Jokowi yang menawarkan bantuan TNI untuk menumpas
ISIS di Filipina sungguh tepat. Jangan sampai para teroris ini
menginjakkan kaki di Indonesia.
Teroris itu
datangnya diam-diam, bila tidak dicegah atau ditumpas sejak awal maka
akan sulit diberantas. Jangan sampai Indonesia menjadi Timur Tengah.
Islam kita dikenal sebagai Islam yang toleran, bukan Islam kekerasan.
Teror ketiga
terjadi pada Jumat (30/6) malam, tepat sehari sebelum HUT Polri ke-71.
Dua anggota Brimob yaitu AKP Dede Suhatmi dan Briptu Syaiful B jadi
korban penusukan oleh seoarang pria.
Penusukan
terjadi usai salat Isya berjamaah di Masjid Falatehan, Jalan Palatehan,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Masjid tersebut hanya berjarak sekitar
450 meter dari Mabes Polri.
Kedua anggota
Brimob tersebut mengalami luka di bagian wajah dan leher. Saat ini
keduanya masih menjalani perawatan di RS Polri Kramatjati. Sementara itu
pelaku berhasil ditembak mati. Ditemukan KTP atas nama M di dekat
jenazah pelaku, namun Polisi menduga KTP tersebut palsu.
“Setelah itu
pelaku mengancam semua jemaah yang sedang salat dengan mengacungkan
sangkur sambil meneriakkan thogut,” kata Kepala Biro Penerangan
Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto
“Namun pelaku
berbalik arah menantang dengan meneriakkan Allahu Akbar sambil
mengacungkan pisau. Lalu anggota Brimob melumpuhkan pelaku di tempat,”
ucapnya.
Otak Pelaku?
Aksi teror
bertubi-tubi ini pasti memiliki dalang. Tidak mungkin aksi tersebut
terjadi dalam waktu yang sangat dekat dan semuanya menargetkan
kepolisian. Untung saja aksi tersebut tidak memakai senjata api atau
bahan peledak. Kalau senjata semacam ini dipakai, maka korban yang jatuh
pasti lebih banyak.
Bisa saja
kelompok ISIS mulai ‘mencoba-coba’ melakukan aksi teror di Indonesia.
Indonesia diuntungkan dengan regulasi senjata api yang ketat dan
masyarakat yang sangat anti terorisme.
Banyak teroris
yang ditolak dikubur di kampung halaman mereka. Para teroris dibujuk
dengan janji surga, eh dikubur saja ditolak masyarakat. Teroris tidak
akan masuk surga, hal itu sudah pasti. Mana mungkin membunuh orang tidak
bersalah bisa masuk surga?
Kita harap
saja UU terorisme segera disahkan dan bantuan TNI ke Filipina bisa
terealisasi. Terorisme harus dibasmi, jangan sampai mengakar. Kita juga
akan selalu mendukung penuh kepolisian dan pemerintah untuk menumpas
terorisme.
Salam damai.
Komentar
Posting Komentar