Langsung ke konten utama

Aspek Hukum Pembubaran HTI

Beberapa waktu yang lalu, Pemerintah melalui Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyampaikan niatnya  untuk membubarkan organisasi kemasyarakatan (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI sesuai jalur hukum. Niat pembubaran ini dikarenakan HTI mengusung ideologi khilafah yang secara garis besar bersifat transnasional, yang berorientasi meniadakan nation state (negara bangsa).  
Selain saat ini tercatat 20 negara (termasuk negara yang penduduknya mayoritas Islam seperti Arab Saudi, Pakistan, Mesir, Yordania, Turki dan beberapa negara lainnya) melarang kegiatan HTI di negara mereka.
Rencana pembubaran HTI tersebut menimbulkan perdebatan panjang di kalangan masyarakat, baik yang bersifat mendukung kebijakan pemerintah maupun yang bersifat menolak, namunrencana tersebut  menarik ditinjau dari kewenangan konstitusional bagi pemerintah untuk membatasi pelaksanaan hak asasi manusia dalam hal kebebasan  berserikat.  
Keberadaan ormas tidak lain merupakan wujud implementasi hak berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, namun perlu diingat bahwa meskipun pembentukan ormas dijamin oleh UUD 1945,  bukan berarti aktivitasnya Ormas dapat bebas tanpa batas melainkan terikat kepada pembatasan untuk menghormati hak asasi dan kebebasan orang lain dalam rangka  kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.  
Oleh karenanya eksistensi ormas dapat dibatasi mengingat kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 masuk kategori hak asasi manusia yang dapat dibatasi pelaksanaannya.
Berbeda dengan hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut yang menurut Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 masuk kategori hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights).
Sebagai penyeimbang atas pelaksanaan hak kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat agar tidak mudah diberangus secara sewenang-wenang, maka pembatasannya oleh negara, seperti pembubaran ormas, tetap terikat kepada kriteria tertentu. Kriteria itu sendiri sebenarnya telah ditetapkan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yaitu pembatasan ditetapkan dengan undang-undang, dilakukan dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Sehubungan dengan niat pemerintah untuk membubarkan HTI, sesungguhnya dapat saja dilakukan sepanjang dilaksanakan dengan alasan dan melalui prosedur sebagaimana telah ditetapkan oleh UU 17/2013 tentang Ormas.  
Undang-undang Ormas memberikan  hak bagi pemerintah untuk membubarkan ormas yang dianggap melanggar hak dan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.  
Beberapa logika hukum dasarnya dasar pembubaran Ormas atas dasar telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang Ormas yaitu:
Pertama. Pasal 21 huruf b yang menyatakan bahwa ormas berkewajiban menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aktivitas HTI yang di muka umum menyatakan mengusung ideologi khilafah yang berarti meniadakan NKRI jelas merupakan pelanggaran atas kewajiban ini.
Kedua. Pasal 21 huruf f yang menyatakan bahwa ormas berkewajiban berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara. Bentuk partisipasi itu adalah ormas tersebut harus percaya dan tunduk kepada sistem nation state  Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dipilih dan disepakati oleh para Founding fathers NKRI sejak 17 Agustus 1945. ormas yang tidak sejalan  dengan konsesus kebangsaan (Pancasila, NKRI, UUD 1945  dan Bhineka Tunggal Ika) berarti bertolak belakang dengan konstitusi negara.
Ketiga, Dalam Pasal 59 ayat (2) huruf c dinyatakan bahwa ormas dilarang melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan NKRI. Pengertian separatis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “orang (golongan) yang menghendaki pemisahan diri dari suatu persatuan/golongan (bangsa) untuk mendapat dukungan”. Pengertian separatis tidak harus selalu diartikan mengangkat senjata untuk memisahkan diri membentuk negara baru. Bentuk kampanye di muka umum untuk mengajak orang (masyarakat) mengganti sistem negara (NKRI) dan menggantinya dengan sistem lain seperti khilafah pada dasarnya telah mengancam kedaulatan NKRI.
Keempat. Bahwa Pemerintah memiliki kewenangan untuk membubarkan Ormas yang melanggar Undang-undang, sedangkan prosedur pembubaran Ormas yang melangggar undang-undang tersebut diatur dalam Pasal 60 ayat (1) yang menyatakan Pemerintah diberikan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif.  Jenis sanksi administratif terdiri  sebagaimana diatur dalam Pasal 61 yaitu: a. peringatan tertulis; b. penghentian bantuan dan/atau hibah; c. penghentian sementara kegiatan; dan/atau d. pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.  Penghentian sementara kegiatan dengan terlebih dahulu meminta pertimbangan hukum kepada Mahkamah Agung, namun apabila Pemerintah memutuskan untuk menjatuhkan sanksi pencabutan status badan hukum terhadap suatu Ormas, maka  bisa dilakukan dengan berpedoman Pasal 70 ayat (1) UU Ormas, yaitu dengan mengajukan pembubaran HTI ke pengadilan negeri oleh kejaksaan atas permintaan tertulis dari Menteri Hukum dan HAM. Melalui proses peradilan ini termohon yaitu HTI diberikan hak untuk membela diri dengan memberikan keterangan dan bukti di pengadilan.
Semoga tulisan singkat ini  bermanfaat dan dapat menginfirasi berbagai pihak terkait penyelesaian masalah pembubaran HTI sesuai koridor hukum sebagai ciri negara hukum yang demoktratis dan berkeadilan.
Oleh :  H. Tugiman (Staf Pengajar Fak. Hukum Unpas Bandung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KH Said Aqil Siroj dan 14 Organisasi Islam Melarang Ikut Aksi 313 dan Tamasya Al-Maidah

KH Said Aqil Siroj menegaskan 14 Organisasi Islam yang tergabung dalam LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) melarang anggotanya ikut Aksi 313 di Istiqlal pada hari Jumat 31 Maret 2017. Alasan utama adalah NU sebagai Garda Terdepan Indonesia memandang aksi 313 sarat dengan kepentingan politik semata, hal ini berbahaya bagi Ukhuwah Wathoniyah (Kerukunan Berbangsa), bukan semata Aksi yang urgent dan penting untuk dilakukan. Secara tegas KH Said mengatakan bahwa urusan Pilkada ini tidak perlu bawa-bawa Agama, karena rentetan akan sangat panjang dan rawan ditunggangi kepentingan yang merugikan bagi Kebangsaan. “Jika Aksi ini membawa Allah berkampanye, apa yang akan terjadi jika ternyata yang mengatasnamakan Allah tadi kalah? Atau menang tapi akhirnya tidak amanah?” Hal ini akan sangat berbahaya jika dibiarkan, oleh sebab itu secara tegas NU dan 13 Organisasi yang tergabung dalam LPOI secara tegas menolak Aksi 313. Selain menolak Aksi 313, Kiai Said juga menolak s...

Fenomena Kaum SCBD (Sesapian-Cingkrangan-Bumi Datar)

By Apriadi Rizal Jadi gini, SCBD yang ini bukanlah Sudirman Central Business District yaitu kawasan terkenal dan mewah ditengah jantung ibukota. SCBD disini adalah mereka yang sangat mengharubirukan dunia Indonesia. Mereka adalah kaum yang selalu komen nyinyir kepada pemerintah yang sedang sibuk membangun negeri.  Mereka jugalah yang setiap hari membuat keonaran dengan alasan agama. You know lah! Cikidap, cikidap youw. (Habis goyang dengan lagu hip-hop) Jujur saya sendiri kurang tahu jelasnya mengenai sejarah tentang frase sesapian, cingkrangan, dan kaum bumi datar. Kapan mulai malang melintang didunia permediaan Indonesia. Kalau ada pembaca atau penulis lain yang bisa merangkumnya, akan sangat keren sekali. Karena akan menjadi salah satu bacaan yang sangat berguna bagi sejarah bangsa ini. Kenapa berguna? Pastinya menjadi rujukan kepada siapa saja manusia yang ingin maju. Rujukan untuk apa? Pastinya rujukan u...

TREN TERBARU KAUM INTOLERAN, HOAX MENJADI SARANA DAKWAH

Sungguh sekarang ini benar salah sulit dibedakan. Berita aktual dan hoax campur aduk menjadi satu. Yang terbaru adalah kasus orang yang katanya pendukung Ahok yang dikeroyok 10 orang anggota FPI. Katanya orang ini adalah kader PDIP. Ahok sendiri kemudian menjenguk orang tersebut di rumah sakit. Tapi ada juga berita yang mengatakan bahwa orang tersebut adalah seorang tukang ojek dan muslim yang taat. Tapi Novel bukan habib pencipta Fitsa Hats malah mengatakan bahwa itu hanyalah perkelahian satu lawan satu saja bukan pengeroyokan. Saat terbukti ada saksi mata kemudian FPI ngeles dan membantah bahwa pemukulan itu dilakukan oleh oknum yang bukan anggotanya. Anehnya, kemudian beredar foto si korban yang ternyata justru mendukung FPI dan anti Ahok. Dia upload foto sedang membawa pedang untuk mendukung Bibib dan melawan Ahok. Edannya lagi kemudian beredar foto tentang anggota FPI yang berdarah-darah yang katanya adalah orang yang terlibat dalam perkelahian itu. Tapi tern...