Semakin dekat Pemilihan Presiden HOAX pun semakin banyak berseliweran di dunia maya. Padahal Polri sudah menyatakan akan memperketat razia dunia maya. Bahkan Badan Siber-pun sudah dibentuk.
Kebanyakan kabar berita HOAX ini di-share di grup-grup media sosial melalui akun - akun bodong alias tak jelas pemiliknya. Ternak akun, seperti toko online di market place.
Memang pembuat HOAX ini kebanyakan tidak terlalu pintar kalau tidak mau dibilang bodoh.
Yang membayar mereka juga sama bodohnya, karena menggaji orang-orang bodoh. Mungkin karena murah. Yang penting banyak.
Tidak heran kalau postingan-postingan HOAX cepat ketahuan hanya oleh pengguna media sosial biasa dan bukan ahli digital forensic.
Namun kita tidak boleh lengah seberapa bodohpun mereka, karena mereka akan semakin mengerti walaupun lambat.
HOAX yang paling menipu ditulis dengan gaya bertanya atau bercerita seolah kejadian atau keadaan itu benar adanya.
Si pembuat HOAX semakin menyadari bahwa kebanyakan orang yang membaca postingannya malas untuk mencari pembuktiannya.
Misalnya ditulis, "Cuma nanya, kenapa anak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang di Makassar sahamnya bisa dijual ke Cina?".
Atau ditulis, "Cuma PKI yang melarang siswi berjilbab ke sekolah!", lalu menulis taggar #savehijab.
Di-'googling'-pun tak muncul karena memang tidak ada. Kalaupun ada hanya link atau tautan dari HOAX yang mereka ciptakan juga dan diposting di tempat yang berbeda.
Sebagian besar yang membaca malas untuk mencari kebenarannya. Hanya sedikit yang secara langsung menolak untuk percaya.
Walaupun keraguan yang timbul sedikit sekali, tetapi ada, dan meninggalkan pertanyaan di kepala.
Apabila tulisan bernada serupa dibaca puluhan hingga ratusan kali dalam setahun akhirnya timbul kecurigaan terhadap yang difitnah, jangan-jangan benar.
Sekalipun tulisan provokatif yang beredar terbukti HOAX tetapi banyak juga yang tidak sempat membaca klarifikasinya.
Kalau mengedit-edit foto dengan tujuan menghina justru membangkitkan pembelaan terhadap yang dihina sehingga banyak yang mau repot-repot melapor hingga akhirnya pelaku diciduk.
Begitu juga akun-akun kantor berita palsu yang namanya dibuat mirip dengan aslinya sudah jarang terlihat karena sudah banyak masyarakat yang hafal aslinya.
Sekalipun dari 10 postingan HOAX yang 9 kacangan alias kelihatan sekali bohongnya tetapi yang satu bisa saja menyisakan keraguan di dalam hati.
Bila dalam setahun ada 365 HOAX dan hanya 10% yang menimbulkan keraguan, itu berarti ada 36,5 pertanyaan yang tersimpan di kepala pembacanya.
Bila anda rajin menjelajahi media sosial terutama Facebook dan Instagram hingga ke dalam grup-grupnya, anda akan menemukan puluhan HOAX yang diposting dalam sehari.
Untungnya masih banyak yang mau mengcounter atau melawan postingan - postingan HOAX ini.
Mereka yang melawan dan menelanjangi cerita HOAX ini di media - media sosial bukanlah orang bayaran melainkan rakyat yang tak rela negeri ini rusuh dan dikuasai orang-orang berhati busuk.
Melawan dan menjawab postingan HOAX ini rasanya sungguh memuakkan karena tak ada hentinya.
Tapi melawan postingan HOAX ini memang gunanya melindungi masyarakat awam dari kabar-kabar yang menyesatkan.
Bagi yang sudah sering baca berita dan mengikuti perkembangan memang lebih mengerti mana yang mengada-ada.
Namun tidak demikian bagi yang hanya sekali-sekali baca berita ataupun media sosial. Mereka gampang sekali percaya akan kabar bohong.
Dalam beberapa kejadian bahkan ada juga pejabat dan anggota DPR yang sempat tertipu dan memposting ulang HOAX di akun media sosialnya.
Bagi yang memang membenci Pemerintah saat ini kebencian itupun semakin bertambah karena HOAX dan mulai menghasut orang-orang di sekelilingnya.
Mereka yang memproduksi kabar HOAX ini adalah orang-orang yang tidak menyadari bahwa tindakannya itu juga merugikan dirinya dan keluarganya.
Jika negara ini rusuh karena orang-orang yang termakan HOAX maka tak akan ada lagi kebebasan yang bisa kita nikmati seperti saat ini.
Itulah kedunguan mereka yang sangat jelas, namun mereka tetap terima bayaran atas aksinya.
Berbeda dengan mereka yang ikut-ikutan, kedunguannya sudah sangat akut. Turut mengkampanyekan kebohongan tanpa menerima sepeserpun, malahan keluar uang sendiri untuk beli paket kuota.
Mereka menyangka mereka sedang berjuang, padahal mereka hanya menjadi keset kaki juragannya.
Manusia memang semakin jahat
Komentar
Posting Komentar