Keseriusan pemerintah dalam mewujudkan cita-cita membangun dari pinggiran terus dilakukan. Selain banyak lokasi di kepulauan terdepan, yang menjadi target utama pemerataan pembangunan adalah desanya sendiri dan desa-desa lainnya yang berjumlah 70 ribuan.
Dalam tiga tahun berturut-turut pemerintah telah menggelontorkan anggaran dana desa total sebesar Rp. 127 triliun. Pada tahun 2015 dana desa yang digelontorkan sebesar Rp. 20 triliun, kemudian meningkat pada tahun 2016 sebesar Rp. 46,9 triliun. Sedangkan rencana pada tahun 2017, pemerintah mengalokasikan dana untuk desa sebesar Rp. 60 triliun dari rencana 80 triliun. Ini merupakan jumlah yang besar sekali dan sangat fantastik.
Setiap desa mendapatkan dana pada tahun pertama sebesar Rp. 300 juta, kemudian pada tahun kedua Rp. 600 juta, dan pada tahun ketiga Rp. 800 juta. Dengan mendapatkan dana tersebut, desa diharapkan bisa memperbaiki infrastruktur dan fasilitas produksi (ekonomi) yang ada di desa untuk menggerakkan roda perekonomian di desa. Penggunaan dana tersebut dapat juga digunakan untuk memperbaiki jalan desa, embung di desa, saluran irigasi, dan sarana produksi yang ada di desa.
Kebebasan penggunaan dana tersebut di serahkan kepada musyawarah desa dan dilaksanakan oleh Kepala Desa, asakan pelaksanaan tersebut sesuai dengan aspirasi masyarakat desa dan bukan hanya keinginan sepihak perangkat desa atau sekelompok orang-orang di desa untuk mendapatkan keuntungan baik secara pribadi maupun kelompok tertentu. Dana desa harus dikelola secara mandiri, transparan dan akuntabel.
(baca link berita: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/17/10/04/oxb23i354-jokowi-ingin-kepala-desa-hatihati-gunakan-dana-desa)
Sebagaimana maksud Sarbini, salah satu ekonom Indonesia, keinginan untuk membangun wilayah di desa harusnya sudah lama dilakukan oleh pemerintah kita. Ini mengingat bahwa desa adalah pemerintahan terbawah yang secara demokrasi dan demografi merupakan pertahanan, ujung dan penerima manfaat pembangunan di Indonesia. Ada beberapa dasar untuk itu. Pertama, pembangunan yang merata harus memprioritaskan wilayah desa. Kedua, pengembangan kapasitas SDM perdesaan secara intens adalah penting yang akan meningkatkan produktivitas masyarakat, terutama melalui teknologi madya dan pemerataan penguasaan alat produksi. Ketiga, pengembangan industrialisasi perdesaan yang berorientasi pemenuhan kebutuhan pasar domestik ataupun pasar luar. Keempat, penataan kembali usaha budidaya pertanian agar bisa memenuhi skala yang ekonomis (Sarbini:1987).
Mengapa desa yang menjadi prioritas pembangunan? Bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang memiliki luas lahan sawah lebih kurang 8.114.829. Penduduknya tersebar di wilayah desa sebanyak 74.754 desa. Akan tetapi tingkat kemiskinan ada di angka 34 persen dan 27 juta penduduk miskin ada di desa. Itu sebabnya konsentrasi pembangunan ada di desa bukan di daerah perkotaan.
Meningkatkan kemampuan SDM di desa masih sangat jauh dari yang kita harapkan. Usaha vocational training terus dilakukan di setiap kementrian. Ketersediaan fasilitas sekolah di seluruh desa, untuk tingkat SMA saat ini ada 14.824 gedung sekolah dan tingkat SMK 8.512 gedung. Dengan jumlah desa 70 ribuan, bgaimana masyarakat desa bisa meningkatkan produktivitas yang berkualitas jika ketersediaan pendidikan tidak memadai? Disinilah gagasan vocational training/education menjadi penting. Maka diperlukan investasi yang besar untuk meningkatkan kapasitas SDM di desa, perlu pendampingan yang terus menerus dengan menggunakan orang-orang yang terpilih dan berkualitas, tidak hanya sekedar mendapatkan gaji dari pemerintah tetapi tidak melakukan pendampingan yang serius dan berkelanjutan agar masyarakat desa secara perlahan mendapatkan pengetahuan dan transfer ilmu maupun wawasan untuk mereka dapat bangkit dan mandiri.
Nah, apa pentingnya dana desa disebar dengan nilai yang cukup besar? Penggunaan dana desa dimanfaatkan untuk perbaikan infrastruktur dan sarana fisik desa, kemudian pemberdayaan ekonomi masyarakat desa. Pemberdayaan ekonomi masyarakat desa ini harus memiliki tujuan pada pengembangan ekonomi kerakyatan. Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh Lewis, B.D pada tahun 2015, di dapat bahwa sekitar 84% dana desa digunakan untuk infrastruktur, dan hanya 6,5% saja untuk pemberdayaan ekonomi.
Pola tersebut segera dilakukan perubahan dengan cepat, tidak mungkin setiap tahun yang dilakukan adalah perbaikan infrastruktur yang menggunakan dana desa dan akan bijaksana jika dana desa desa diperbesar porsinya untuk perbaikan struktur ekonomi masyarakat desa, termasuk melakukan pelatihan dan pembinaan untuk mengolah dan mengelola potensi yang ada di desa.
Tinggalkan sistem kebijakan ekonomi yang hanya menguntungkan bagi pelaku pasar yangi merugikan ekonomi masyarakat desa. Seperti yang dikatakan oleh Rizal Ramli, "kebijakan ekonomi neoliberal harus diubah. Harus ada sebuah kompetisi supaya masyarakat tidak dirugikan. Perekonomian neoliberal yang pro pasar harus diubah dengan memulainya dari analisa struktur ekonomi dan sosial. Jangan memakai rumus yang generik".
Rizal Ramli juga mengatakan, bahwa jika menggunakan pendekatan historis, Indonesia banyak sekali mengalami kemajuan, namun hal itu sangat berbanding terbalik kalau menggunakan indikator Human Development Indeks (HDI), yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Yang terdidik makin banyak, banyak kemajuan. Dan menurut hasil riset membuktikan rakyat Indonesia masih banyak yang belum sejahtera. Salah satu faktor penyebab yang sangat dominan adalah akibat kebijakan "ekonomi neoliberal".
(baca link aslinya : http://politik.rmol.co/read/2017/08/27/304670/Rizal-Ramli:-Kebijakan-Ekonomi-Neoliberal-Harus-Diubah-)
Mengubah kebijakan ekonomi dari neo-liberal ke ekonomi kerakyatan, menurut ahli ekonomi kerakyatan di Indonesia, yaitu Prof. Mubyarto dari UGM, "ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berazas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Dalam praktiknya, ekonomi kerakyatan dapat dijelaskan juga sebagai ekonomi jejaring (network) yang menghubungkan-hubungkan sentra-sentra inovasi, produksi dan kemandirian usaha masyarakat ke dalam suatu jaringan berbasis teknologi informasi, untuk terbentuknya jejaring pasar domestik diantara sentra dan pelaku usaha masyarakat".
Secara konkret Sistem Ekonomi Kerakyatan terwujud dalam beberapa karakteristik berikut: [1] bertujuan meningkatkan martabat dan kesejahteraan sebagian besar rakyat; [2] dengan proses pengambilan keputusan yang melibatkan rakyat; [3] atas pertimbangan-pertimbangan yang mengutamakan kepentingan sebagian besar rakyat dan lingkungan mereka; dan [4] pelaksanaan yang semaksimal mungkin memperan-sertakan masyarakat; serta [5] pengawasan yang juga melibatkan masyarakat.
Caranya, dengan mengoptimalkan penggunaan dana desa dan memaksimalkan dalam mengelola potensi desa untuk kesejahteraan ekonomi masyarakat, perbaikan infrastruktur sarana produksi desa.
Pelaksana desa bersama-sama dengan masyarakat desa ikut terlibat dalam perencanaan dalam menggunakan dana desa secara tepat sasaran sesuai dengan azas kekeluargaan.
Jika masyarakat sudah mampu memenuhi kesejahteraan ekonominya, maka pendidikan dengan sendirinya akan meningkat. Education... education...education... (Tony Blair), pendidikan menjadi pintu utama dalam meningkatkan kualitas SDM.
Mudah-mudahan keinginan mengganti kebijakan ekonomi yangj neoliberal bisa dilakukan oleh tim ekonomi pemerintah sekarang ini. Atau Presiden mengganti tim ekonominya?? Wallahualam.
- Staf Ahli Ekonomi Desa Sekjen Seknas JOKOWI
Komentar
Posting Komentar